BISNIS.COM, JAKARTA-- Pelaku usaha tekstil menilai naiknya tarif pengangkutan produk dari kawasan industri ke pelabuhan Tanjung Priok sebesar 30%, akibat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, sangat memberatkan.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan kekstil merupakan salah satu industri padat karya yang terkena dampak lebih besar dibandingkan sektor lainnya dengan adanya kenaikan harga BBM ini. Pasalnya, kegiatan distribusi memiliki porsi yang cukup besar dalam kegiatan operasional.
Kenaikan tarif angkutan sebesar 30% dinilai terlalu besar dan tidak sesuai dengan prosentase kenaikan harga BBM bersubsidi jenis solar yang sebesar 22%.
“Mereka (organda) berpendapat kenaikan harga solar ditambah dengan kenaikan harga spare part, sehingga kenaikannya mencapai 30%,” kata Ade ketika dihubungi Bisnis, Minggu (23/6). Pihaknya memperkirakan dampak terhadap kenaikan ongkos produksi akan mencapai 3% hingga 4%.
Meski begitu, Ade mengaku kenaikan tarif tersebut tidak akan berpengaruh pada kegiatan pengiriman barang (ekspor impor). Selain itu, pihaknya juga teteap optimis industri tekstil bisa tetap tumbuh tahun ini.
Menurutnya, meskipun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi tekstil mengalami penurunan hinga 17,86 % pada kuartal I tahun ini, pihaknya optimis hingga akhir tahun, penurunan produksi bisa ditahan pada angka 5% - 8%.
Hal ini karena pada kuartal III, produksi mulai mengalami peningkatan lantaran Lebaran akan banyak permintaan.
Ade memprediksi, pada kuartal II, penurunan akan ditekan hingga 11 % dan sampai akhir tahun bisa ditekan hingga 5% - 8%. Namun, pertumbuhan industri tekstil secara keseluruhan tetap menunjukkan pertumbuhan positif, meski hanya 4%.