BISNIS.COM, JAKARTA—Kamar Dagang dan Industri Indonesia berharap perbankan tidak terburu-buru dan gegabah menaikkan suku bunga kredit terhadap pelaku usaha kecil dan menengah mengikuti kenaikkan bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate).
Hal ini dikemukakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia , karena ke depan ada sejumlah agenda makro ekonomi. Misalnya, seperti kenaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan inflasi yang dipastikan akan menggerus daya saing UKM.
“Saya kira BBM secepatnya dinaikkan, tetapi bunga kredit UKM juga jangan sampai ikut-ikutan naik, kendati BI Rate sudah naik,” ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang UKM dan Koperasi, Erwin Aksa kepada Bisnis melalui keterangan resminya, Senin (17/6/2013).
Sebab, katanya, kenaikkan Fasbi sebesar 4,25% dan BI Rate 6% sangat kondusif mendorong suku bunga meningkat. Terutama untuk konsumsi kredit UKM. Oleh karena itu Kadin berharap, perbankan secara bijak melihat sektor lain yang sedang kesulitan, seperti UKM.
Apalagi, selama ini laba perbankan nasional sudah sangat tinggi. Sebagian besar laba ini masih dari nett interest margin, sedangkan dari fee based income belum cukup optimal. “Artinya kontribusi dari kredit dunia usaha sangat besar bagi perolehan laba perbankan nasional.”
Pada bagian lain, Erwin berharap agar bank sentral mendorong persaingan antar bank pada sector kredit UKM. Sebab, selama ini persaingan kredit bank paling gencar hanya di kredit konsumsi. Bila ada persaingan pada kredit UKM, dengan sendirinya bunga akan turun, layaknya di konsumsi.
Faktanya, ada perang tarif kredit konsumsi, sedangkan di UKM belum terlihat. Oleh karena Erwin mengusulkan agar kebijakan pengumuman bunga bank di media yang pernah dicetuskan mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dilakukan kembali.
Maksudnya biar pelaku UKM tahu mana yang lebih kompetitif. Saat ini bunga kredit modal kerja sebesar 12,16%, sedangkan bunga kredit investasi sebesar 12,02%. Dengan membaiknya kinerja perbankan nasional serta prospektif usaha disektor jasa keuangan, perbankan memproyeksikan pertumbuhan 20%-22%.
“Ini menunjukan masih ada ruang bagi perbankan nasional untuk mempertahankan bunga kredit yang lebih kompetitif bagi pelaku usaha UKM,” tegas Erwin.