BISNIS.COM, JAKARTA – Kementerian Keuangan menyatakan pajak untuk usaha mikro, kecil dan menengah, akan dikenakan berdasarkan karakteristik usaha tetap atau tidak tetap.
Usaha tidak tetap tidak akan dikenai pajak. Dikatakan tidak tetap jika tempat usaha tidak permanen dan kegiatan produksi atau operasionalnya tidak rutin.
Dengan demikian, pedagang kaki lima (PKL) dan pedagang keliling, dipastikan tak terkena pajak penghasilan (PPh) badan usaha sebesar 1% dari omzet.
Namun, pemilik warung makan yang memiliki tempat usaha tetap, sekalipun tak terlalu luas, akan dikenai pajak.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan Ditjen Pajak kesulitan untuk menentukan wajib pajak berdasarkan omzet mengingat UMKM belum tentu memiliki pembukuan yang rapi.
“Orang gampang berkelit sana-sini. Jadi yang paling mungkin adalah jenis usahanya. Jadi, kita membedakan jenis usaha tetap dan tidak tetap. Yang gerobak, yang jualannya di pinggir jalan, hanya jualan dua kali seminggu, itu tidak kena pajak,” katanya, Kamis (30/52013).
Menurutnya, hal yang lebih penting bukan faktor penerimaan yang diperoleh dari pengenaan pajak pada UMKM, melainkan perluasan basis pajak usaha menengah.
Pelaku UMKM diarahkan menjadi wajib pajak. Dari situ, Ditjen Pajak dapat memonitor perkembangan usaha bersangkungan, apakah masih berada di skala mikro atau sudah beranjak ke usaha kecil atau menengah.
“Karena menengah ini yang belum terjaring wajib pajak. Jadi kebanyakan usaha-usaha itu kelihatannya kecil, tapi omzetnya luar biasa,” ujarnya.
Di sisi lain, dengan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), pelaku usaha akan mudah ketika hendak mengajukan permohonan kredit ke perbankan.
Sebelumnya, Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah I Wayan Dipta mengatakan Kementerian Keuangan telah menyepakati usulan agar usaha dengan omzet di bawah Rp300 juta per tahun atau usaha mikro tak dikenai PPh badan usaha. (ra)