BISNIS.COM, JAKARTA--Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik Indonesia (Inaplas) mendorong perusahaan petrokimia di Indonesia untuk segera merealisasikan investasinya yang sempat tertunda pada tahun 2012. Pasalnya, industri petrokimia sudah mulai cerah tahun 2013 ini.
Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar A.D Budiyono mengatakan tahun lalu industri petrokimia mengalami tekanan besar akibat kenaikan harga Nafta yang dipicu melambungnya harga BBM di pasar internasional. Selain itu, permintaan di pasar global juga menurun drastis imbas dari krisis di Eropa dan perlambatan ekonomi di Cina.
"Namun 2013 ini sudah cerah, perusahaan yang tahun lalu menunda, sebaiknya segera merealisasikan rencana investasinya,” katanya dalam siaran persnya hari ini, Rabu (29/5/2013).
Fajar mengatakan, tahun lalu banyak perusahaan yang merupakan anggota Inaplas yang terpaksa menunda rencana investasinya akibat tipisnya marjin yang diperoleh. Bahkan, beberapa produsen sampai mengalami kerugian.
Harga nafta pada semester II 2012 mencapai US$ 925 per ton, sedangkan harga jual produk petrokimia hanya sebesar US$1.350 per ton pada periode tersebut. Sedangkan pada semester pertama tahun 2013, iklim ekonomi negara-negara penghasil minyak mulai membaik sehingga berdampak terhadap stabilnya harga bahan baku Nafta.
Harga Nafta semester pertama 2013 sebesar US$875 per ton, sedangkan harga produk petrokimia rata-rata US$1.400 per ton sehingga perusahaan akan meraih marjin cukup baik pada periode ini.
Menurutnya, prospek industri petrokimia dari hulu sampai hilir kedepannya akan semakin cerah. Hal itu dilihat dari petumbuhan industri pengguna plastik, seperti peningkatan produk industri makanan dan minuman tahun 2013 yang diprediksi mencapai 16 %.