BISNIS.COM, JAKARTA: Filipina kembali mengejutkan pelaku ekonomi di Indonesia, bahkan mungkin di dunia, pada awal bulan ini. Di luar perkiraan, negara Asia Tenggara ini meraih peringkat layak investasi (investment grade) dari Standard & Poor’s (S&P).
Padahal, sebelumnya banyak pihak memprediksi Indonesia akan kembali mendapatkan investment grade, yang telah diperoleh dari Fitch Ratings pada 2011 dan Moody’s Investors Service pada 2012.
Alih-alih naik kelas dalam kasta profil utang versi S&P, prospek utang (outlook) Indonesia malah direvisi turun oleh lembaga pemeringkat tersebut. Peringkat utang bergengsi itu justru jatuh ke tangan Filipina, salah satu negara tetangga Indonesia.
Sebelumnya, Filipina membuat kejutan dengan melaporkan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di Asia setelah China untuk 2012, yakni 6,6% dan menyalip Indonesia, yang hanya mencatatkan 6,2%.
Dua kali Indonesia disalip Filipina sejak awal tahun ini, sehingga sejumlah ekonom mulai khawatir Filipina bisa menjadi pesaing berat yang baru bagi Indonesia di Asia Tenggara, atau bahkan ancaman baru.
Kepala Ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan Filipina akan menjadi tujuan investasi favorit baru bagi investor asing dengan investment grade dari S&P. “Saya khawatir calon investor bisa pindah ke Filipina [dari Indonesia],” katanya.
Namun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia Chatib Basri merasa Filipina belum dapat menjadi pesaing berat atau ancaman yang berarti bagi Indonesia dalam perebutan investasi asing di Asia Tenggara.
Chatib mengatakan Filipina tidak memiliki satu keunggulan penting yang dimiliki Indonesia, yakni pasar yang besar. “Jangan lupa, Filipina itu jumlah penduduknya kecil. Pada akhirnya, size matters,” katanya.
Dari segi jumlah penduduk, Filipina jelas kalah banyak dari Indonesia. Berdasarkan data Bank Dunia pada 2011, jumlah penduduk Filipina sebesar 94,85 juta jiwa, hanya 40% dari total penduduk Indonesia, yakni 242,3 juta jiwa.
Indonesia memiliki populasi terbesar ke-empat di dunia. Lima besar negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, yakni China, India, Amerika Serikat, Indonesia, dan Brazil, masuk dalam 20 perekonomian terbesar di dunia atau Grup 20 (G-20).
Perekonomian Indonesia pada 2012, menurut IMF, adalah yang terbesar ke-16 di dunia, sedangkan Filipina terbesar ke-40. Produk domestik bruto (PDB) Filipina diperkirakan sebesar US$250 juta, seperempat dari Indonesia yang diperkirakan mencapai US$1 miliar.
Luas wilayah Filipina hanya mencapai 300 kilometer persegi atau 15% dari total wilayah Indonesia. Maka, dari segi ukuran yang diwakili jumlah penduduk, perekonomian, dan luas wilayah, Indonesia lebih besar dari Filipina, bahkan dari negara Asia Tenggara manapun.
Namun, bukanlah ukuran yang membuat Filipina menarik, sehingga mampu mengamankan peringkat investment grade. Menteri Keuangan Filipina Cesar Purisima, seperti dilansir Bloomberg, mengatakan pihaknya layak mendapatkan peringkat tersebut karena telah berhasil memperbaiki kondisi fiskal, membangun infrastruktur, dan membenahi birokrasi.
Michael Wan, ekonom Credit Suisse AG di Singapura, mengatakan Presiden Filipina Benigno Aquino telah berhasil memulihkan kepercayaan investor dengan memerhatikan masalah transparansi pemerintahan dan pembangunan infrastruktur.
“Aquino fokus kepada iklim bisnis dan tata kelola pemerintahan. Presiden harus mempercepat proyek infrastrukturnya untuk membangun kepercayaan investor akan kemampuannya dalam mencapai target,” katanya, seperti dikutip Bloomberg.
Setelah dipimpin Aquino, lembaga Transparansi Internasional menaikkan peringkat Filipina dalam indeks korupsi pada 2012 menjadi 105 dari 129. Indonesia berada pada level 118 dalam daftar negara paling bebas korupsi itu. Sekali lagi, Filipina menyalip Indonesia.
Aquino juga telah melonggarkan persyaratan investasi dan kepemilikan saham di sektor infrastruktur, guna menarik lebih banyak dana asing yang ditargetkan lebih dari US$17 miliar kedalam sektor tersebut.
Menurut Ekonom HSBC Holdings Plc. Trinh Nguyen, keunggulan Aquino lainnya adalah kemampuannya dalam meningkatkan efisiensi anggaran, sehingga mampu mengurangi defisit fiskal.
“Dia efisien dalam belanja negara dan menutup banyak celah bagi pengemplangan pajak,” kata Trinh, seperti dikutip Bloomberg.
Berdasarkan data Bank Dunia, Filipina masih menjadi negara dengan penanaman modal asing terendah di antara negara Asia Tenggara lainnya, sehingga masih banyak ruang bagi investor asing baru yang ingin masuk.
“Kami harus membuktikan bahwa [pertumbuhan yang pesat] ini bukan hanya karena siklus atau lonjakan sesaat. Kami harus mampu melakukannya tiap tahun,” kata Aquino, seperti dikutip Bloomberg pada akhir pekan lalu.
Dari segi populasi, perekonomian, maupun luas wilayah, ukuran Filipina memang bukan tandingan bagi Indonesia untuk saat ini. Namun, pulihkan kepercayaan investor kepada Filipina hingga mengantongi investment grade dari S&P patut diwaspadai Indonesia.
Filipina berhasil menyalip Indonesia dari segi pertumbuhan ekonomi, peringkat utang, dan transparansi birokrasi. Tidak mustahil bagi Filipina untuk menyalip besarnya perekonomian Indonesia.
Negara tetangga yang ‘kecil’ ini sepertinya sudah layak dianggap sebagai pesaing berat di Asia Tenggara, jika tidak ingin disebut ancaman, bagi Indonesia dalam memenangkan hati investor asing. (MFM)