BISNIS.COM, JAKARTA – Pemerintah diminta memperbanyak kegiatan sosialisasi dan turun aktif ke lapangan mendukung peningkatan kemampuan usaha mikro kecil dan menengah terkait dengan pemberlakuan Asean Economic Community (AEC) 2015.
Rishi Wahab, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jakarta Utara, menjelaskan waktu 2 tahun bukan lama untuk mempersiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
“Jika tidak siap, Indonesia menghadapi masalah besar, khususnya untuk UMKM. Indonesia jangan hanya menjadi pasar produk UMKM dari negara Asean, tetapi harus bisa memanfaatkan peluang pasar Asean,” ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (15/5).
Dia menjelaskan salah satu tantangan yang dihadapi saat penerapan MEA 2015 adalah meningkatnya persaingan produk UMKM di Asean.
Untuk menghadapi hal itu, sambungnya, UMKM perlu menjaga dan meningkatkan daya saing sebagai industri kreatif dan inovatif, standar, desain, dan kualitas produk agar sesuai dengan ketentuan pasar Asean, serta diversifikasi output dan stabilitas pendapatan usaha mikro.
Terkait dengan hal itu Hipmi DKI, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI, dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) bersama menggelar seminar dan pameran sehari bertema Strategi, Peluang & Tantangan bagi UMKM dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 pada 29 Mei di gedung Smesco.
Bendara Umum Hippi DKI Angelina Yuri mengungkapkan serbuan batik printing asal China menjadi contoh nyata kerentanan daya saing produk UKM dalam menghadapi persaingan bebas.
“Impor batik China kini mencapai Rp43 miliar. Itu angka yang besar untuk produk UMKM. Karena harganya lebih murah, masuknya batik printing itu karena kurangnya pengawasan impor yang ketat dari pemerintah,” ujarnya.