BISNIS. COM, JAKARTA—Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mengaku kecewa atas keputusan pemerintah memperpanjang masa moratorium pemberian izin baru pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut selama 2 tahun ke depan.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah memperpanjang moratorium hutan.
"Kecewa, pastilah. Tapi kan ini sudah jadi keputusan pemerintah," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (15/5/2013).
Fadhil mempertanyakan alasan dan tujuan pemerintah dalam memperpanjang moratorium pemberian izin baru hutan primer dan lahan gambut. Menurutnya, saat ini pemerintah sudah memiliki tata kelola kehutanan dan moratorium mengindikasikan tidak efektifnya sistem dan regulasi tersebut.
"Kemarin kan sudah dimoratorium 2 tahun, apa hasilnya? Mengapa perlu diperpanjang?" katanya.
Fadhil juga menyesalkan, lambahnya, penyusunan aturan pemanfaatan degraded land sebagai lahan yang dapat dimanfaatkan untuk hak pengelolaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), dan hutan tanaman rakyat (HTR).
"Pemanfaatan degraded land aturannya belum beres," ujarnya.
Lebih lanjut Fadhil menuturkan moratorium hutan berisiko mengganggu produksi sawit (CPO) pada 5 tahun mendatang. Adapun dalam jangka pendek, produksi masih bertopang pada bibit yang ditanam 3 tahun lalu.
"Dalam jangka panjang ya pasti berpengaruh kalau tidak boleh ekspansi lahan dalam 2 tahun ke depan," ujarnya.
Gapki mengkritisi minimnya intervensi pemerintah dalam rangka optimalisasi lahan produksi sawit selama masa moratorium tahap I. Subsidi kredit yang diandalkan pemerintah, imbuhnya, tidak berdampak signifikan karena memiliki tingkat penyerapan yang rendah.
"Ini kan butuh perbaikan, pemeliharaan, dan peremajaan, tapi tidak ada intervensi pemerintah," ungkapnya.
Sementara itu, Manajer Tata Ruang dan Bioregion Walhi Deddy Ratih mengatakan dalam masa moratorium pembukaan hutan primer dan lahan gambut kalangan industri harus membuat terobosan inovasi guna mengoptimalkan lahan yang tersedia.
Apabila industri melakukan antisipasi, protes dan permintaan dispensasi dari kalangan dunia usaha tidak perlu dilakukan.
"Untuk sawit kita bicara tentang industri hilir dan optimalisasi. Kalau mereka tidak mampu melakukan optimalisasi, justru tanda bahwa mereka tidak serius membangun ekonomi pro lingkungan dan berkelanjutan," ujar Deddy. (ltc)