JAKARTA - Pemerintah akan segera mengumumkan kebijakan mengenai subsidi bahan bakar minyak. Dari sejumlah opsi yang dikaji, kuat indikasi bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi orang kaya akan dicabut.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan pemerintah terus bekerja secara marathon untuk memastikan agar biaya sosial dan biaya ekonomi pengurangan subsidi BBM, apapun yang diambil, dapat dikelola dengan baik.
Berdasarkan penjelasan Presiden Yudhoyono, terdapat sedikitnya dua opsi besar yang kini sedang dikaji pemerintah. Pertama, pengurangan subsidi dengan memotong subsidi BBM untuk orang kaya. Kedua, menaikkan harga BBM tetapi harus dengan kompensasi bagi rakyat miskin.
Penjelasan Presiden SBY itu disampaikan dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di kediaman Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Sabtu (6/03), malam. Para pemimpin redaksi yang hadir antara lain Wahyu Muryadi (Tempo) selaku Ketua Forum Pemred, Rikard Bagun (Kompas), Arif Budisusilo (Bisnis Indonesia), Don Bosco Salamun (Berita Satu), Primus Dorimulu (Suara Pembaruan), Ahmad Kusaeni (Antara), Syamsuddin Haessy (Jurnas), Arifin Asydhad (Detikcom), Suryopratomo (Direktur Pemberitaan MetroTV), dan Nasihin Massa (Republika).
Menurut Presiden Yudhoyono, harga BBM naik ataupun turun sama-sama masyarakat miskin dirugikan. "Karena itu saya concern sekali dengan social cost and economic cost. Kalau unjuk rasa saja, satu dua minggu akan selesai," ujar Kepala Negara.
Dengan pengalaman tersebut, Presiden melanjutkan, kalau harga BBM saat ini terpaksa naik dan tidak ada pilihan lain, harus ada kompensasi untuk kelompok masyarakat miskin.
Banyak analisis mengatakan DPR akan berkeberatan menyetujui kompensasi bagi masyarakat miskin karena khawatir dipakai sebagai keuntungan pemerintah menjelang pemilu.
Karena itu, jika opsi yang diambil terpaksa harga BBM harus dinaikkan, kata Yudhoyono, "Saya akan fight dengan DPR supaya [menyetujui] pemberian bantuan kompensasi bagi rakyat miskin."
Langkah itu akan diambil mengingat subsidi dalam APBN terus membengkak hingga Rp300 triliun tahun ini. "I'm fully aware." Untuk itu, "Mari coba dulu yang kaya tidak disubsidi, yang miskin disubsidi, dengan alat kontrol, pembatasan dan lainnya."