JAKARTA -- DPR mendesak Menteri Keuangan untuk tidak menghambat beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hal itu dikarenakan itikad Menteri Keuangan yang hanya mau menyediakan dana Jaminan Kesehatan bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.000 per per orang per bulan dan menganggarkan dana awal BPJS hanya Rp500 miliar.
“Menteri Keuangan jangan merusak kesepakatan sebelumnya kalau tidak mau dibilang menghambat BPJS,” ujar Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi, Selasa (26/2/2013).
Sebelumnya, DPR bersama Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) hampir menyepakati besaran iuran bagi PBI sebesar Rp22.201 per orang per bulan.
Namun, Kementerian Keuangan dalam rapat bersama DPR pada Senin (25/2) menawar jumlah iuran bagi PBI menjadi Rp15.000.
“Tidak hanya itu, Menteri Keuangan juga menyatakan dana awal bagi dua BPJS, yakni BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan masing-masing Rp500 miliar,” ungkapnya.
Padahal, Zuber menambahkan dalam UU No.24/2011 tentang BPJS menyebut dana awal bagi BPJS masing-masing sebesar Rp2 triliun.
Bahkan, dia menuturkan Menteri Keuangan tidak memberi penjelasan memadai soal penetapan angka iuran Rp15.000 bagi orang miskin.
“Konsep PBI versi Menteri Keuangan tidak jelas hitungannya, kita seperti sedang berdagang saja,” tukasnya.
Dalam perhitungan DPR bersama dengan Menteri Kesehatand an DJSN, angka Rp22.201 mencakup sejumlah faktor.
Hal itu di ataranya utilisasi, efek asuransi, pola penyakit, ketersediaan, kondisi geografis inflasi rata-rata 7,5%/tahun, biaya out of pocket, dan sistem rujukan primer, termasuk biaya penyesuaian untuk memperhitungkan faktor risiko dan biaya manajemen, serta cadangan.
“DPR menyesalkan kondisi deadlock ini, seperti mengulang masa lalu ketika pembahasan UU BPJS bersama Menteri Keuangan juga,” jelasnya.