JAKARTA— Wacana pengenaan cukai terhadap sejumlah produk seperti telepon seluler, komputer genggam, komputer tablet hingga minuman berkarbonasi dan berpemanis menyalahi filosofi cukai.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menyatakan pemerintah saat ini keluar dari patron demi mengejar penerimaan negara dengan mewacanakan pengenaan cukai untuk produk-produk seperti itu.
“Sepertinya ada setting yang salah di sini, apalagi cukai tersebut bukan instrumen utama dalam penerimaan negara,” ujarnya, Senin (18/2).
Menurut dia, cukai seharusnya digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi suatu produk atau barang, tapi pemerintah menggunakan pendekatan parsial dalam mengoleksi penerimaan negara.
Jadi, Latif menilai di saat pemerintah tidak mampu memenuhi target pajak maka kemudian instrumen cukai yang dipergunakan.
Padahal, lanjutnya, semakin ekspansif kenaikan cukai terhadap produk tertentu, dapat berimplikasi pada penurunan pendapatan dari sumber penerimaan negara lainnya, seperti pajak.
“Ini istilahnya masuk kantong kiri keluar kantong kanan,” tukasnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi sementara penerimaan cukai dalam APBN-P 2012 yang diterbitkan Januari 2013 mencapai Rp95 triliun atau 114,1% dari target yang ditetapkan, yakni Rp83,3 triliun.
Dalam APBN 2013, cukai ditargetkan dapat menyumbang Rp92 triliun bagi penerimaan negara. (arh)