JAKARTA--Peraturan Menteri Perdagangan No 7/2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman dinilai merupakan peluang untuk mengurangi monopoli restoran-restoran besar.
Presiden Direktur Baba Rafi Enterprise Hendy Setiono mengatakan dengan dilakukan pembatasan maksimum 250 gerai menjadikan lingkungan waralaba lebih bisa bersaing. Selama ini waralaba besar terkesan memonopoli dengan mengelola sendiri restorannya.
"Waralaba yang melakukan monopoli harus melepas sebagian gerainya. Ini menjadi langkah yang positif," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (14/2).
Bagi pemegang merek Kebab Turki Baba Rafi, Permendag itu tidak ada masalah berarti. Pasalnya, sejak awal mendirikan usaha Baba Rafi sudah menerapkan franchise untuk melakukan ekspansi usaha.
Kendati demikian, Hendy mempertanyakan penerapan aturan itu bagi Baba Rafi yang diartikan sebagai kedai atau franchise gerobak. Dia menilai dalam aturan itu belum dijelaskan tipe franchise kedai ini terkena aturan tersebut atau tidak.
Sementara itu, dalam Permendag tersebut juga diberikan opsi lainnya.
Franchisor atau franchisee dapat bekerja sama dengan pola penyertaan modal untuk pengembangan gerai.
Untuk nilai investasi sampai dengan Rp10 miliar, jumlah penyertaan modal dari pihak lain minimal 40%. Adapun untuk nilai investasi di atas Rp10 miliar, jumlah penyertaan modal minimal 30%.
"Kalau keterlibatan pemodal pasif tidak akan menjadi masalah, tapi kalau operasional dipegang oleh franchisor atau oleh franchisee itu yang dipertanyakan," ungkapnya.
Wempy Dyocta Koto, Chairman Baba Rafi Enterprise, menambahkan Permendag tersebut sebenarnya lebih cocok diberlakukan bagi perusahaan waralaba asing.
Mereka secara tidak langsung dinilai melakukan monopoli pasar di Indonesia.
"Walaupun tidak ada kompetisi secara langsung dengan waralaba lokal, terutama pada bidang restoran, karena market segmen yang berbeda," kata (if)