Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

 

BOGOR: Masyarakat diminta mewaspadai buah impor karena sudah dismpan 2 tahun dan dilumuri lilin agar tahan dingin.

 

Pakar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB Ahmad Sulaeman mengurai satu temuannya tentang buah impor ini.  Dia mengungkapkan  satu terminal buah di Rotterdam, Belanda, yang luasnya hampir sama dengan luas Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng.

 

Di dalam terminal ini terdapat gudang pendingin sebagai tempat menyimpan buah yang usia penyimpanannya ada yang mencapai 2 tahun, dan yang paling muda adalah 6 bulan. Agar buah tahan di suhu dingin,  tidak kering dan tidak keriput, maka kulit buah dilapisi lilin.

 

Dalam lilin itu juga ditambahkan fungisida agar buah tidak berjamur. Hasil dari berbagai penelitian, fungisida yang biasa ditambahkan adalah jenis fincocillin yang bersifat anti androgenic yang sama sifatnya seperti DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane). Anti androgenic ini menimbulkan efek mandul pada serangga. 

Sebagaimana diketahui, DDT adalah insektisida “tempo dulu” yang pernah disanjung “setinggi langit” karena jasa-jasanya dalam penanggulangan berbagai penyakit yang ditularkan vektor serangga. Namun, kini penggunaan DDT di banyak negara di dunia terutama di Amerika Utara, Eropa Barat dan juga di Indonesia telah dilarang 

“Jelas buah impor tidak lepas dari pestisida, pasti itu. Dari berbagai penelitian, orang mengkonsumsi pangan yang mengandung residu pestisida, walaupun dalam kandungan yang rendah tenyata mampu menyebabkan demaskulinisasi. Jadi mengganggu perkembangan organ reproduksinya,” kata Prof Ahmad dalam siran pers IPB, hari ini, Kamis 17 Mei 2012. 

Karenanya, lanjut Prof. Ahmad, tidak mengherankan jika sekarang banyak ‘banci’ atau ‘kaum alay’ di sekitar kita. Padahal kalau kita menengok 1960-an, yang disebut banci itu adalah mereka yang punya kelamin ganda. Karna misalnya, pelari nasional dari Tasikmalaya akhirnya mengubah kelaminnya menjadi laki-laki, karena sejak dilahirkan dia memiliki kelamin ganda. 

Sementara kejadian pada zaman sekarang, para banci ini berawal dari laki-laki tulen, tapi lambat laun sifatnya kemayu dan kecenderungan sosialnya ke sesama laki-laki. “Itu terjadi setelah 30-40 tahun penggunaan pestisida atau revolusi hijau pertama. Harus kita akui bahwa banyaknya ‘kaum alay’ sekarang ini adalah dampak dari revolusi hijau pertama. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di sejumlah negara,” papar Prof Ahmad.(msb)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inria Zulfikar
Sumber : Herry Suhendra

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper