Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REVIEW AGRIBISNIS: Di tengah kepungan komoditas impor

JAKARTA: Ironis! Itu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan Indonesia sebagai negeri yang penuh dengan kekayaan alam, gemah ripah loh jinawi, tetapi malah dibanjiri jutaan ton produk impor dari sektor agri.

JAKARTA: Ironis! Itu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan Indonesia sebagai negeri yang penuh dengan kekayaan alam, gemah ripah loh jinawi, tetapi malah dibanjiri jutaan ton produk impor dari sektor agri.

 

Meski pemerintah mengklaim sudah berusaha menahan derasnya laju produk impor masuk ke Indonesia, namun petani lokal tetap saja menjerit karena hasil panenannya tak laku di pasaran.

 

Pemerintah tengah mengintensifkan tiga strategi seleksi impor guna mengamankan pasar domestik dari serbuan produk impor.

 

Hal ini dilakukan untuk memperkuat daya saing produk lokal dan pasar domestik sebagai antisipasi ancaman ketidakstabilan perekonomian global yang mungkin berdampak pada Indonesia.

 

Berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBN 2012, komposisi impor didominasi oleh bahan baku penolong sebesar 75%, barang modal 17% dan barang konsumsi 8%.

 

Strategi seleksi impor yang diterapkan pemerintah yakni dengan menyeleksi barang impor yang berpotensi mengganggu produk dalam negeri, seperti komoditi makanan minuman dan holtikultura.

 

Selain itu, pemerintah juga akan melakukan seleksi pada para pelaku impor, akan dipilah mana importir yang patuh dan mana yang tidak, termasuk menyoroti importir sesuai dengan kontrak supply dan perijinannya.

 

 

Kentang impor

Sejumlah pemda sudah memagari hadirnya produk kentang ke daerahnya. Malang misalnya, Pemkab Malang menolak masuknya kentang impor asal China dan Thailand ke daerah tersebut karena bisa berdampak merugikan petani kentang lokal.

 

Kecuali jika produksi lokal tidak mencukupi, maka wajar jika pemerintah memutuskan untuk melakukan impor. Namun saat ini, produksi kentang lokal justru mencukupi.

 

Dengan masuknya kentang impor, maka harga komoditas tersebut menjadi anjlok. Pasokannya lebih banyak daripada penawarannya. Kenyataan itu jelas merugikan petani.

 

Kementerian Pertanian mengusulkan untuk segera memperinci nomor harmonized system (HS) code agar tidak ada lagi kisruh impor kentang.

 

Rincian kode HS itu agar dapat membedakan kentang jadi, bibit kentang, kentang untuk industri dan konsumsi, serta kentang dari berbagai jenis karena selama ini kentang hanya memiliki satu kode HS.

 

Usulan ini bermula karena ekspor impor tak lagi terpatok pada komoditas, tetapi pada produk. Dalam 2 tahun terakhir fenomena perdagangan komoditas pangan cenderung semakin mengerucut pada produk tertentu dari sebuah komoditas.

 

Rincian kode HS kentang ini diikuti juga penerapan kebijakan importir produsen. Dengan kebijakan ini pelaku restoran boleh impor produk dengan HS Code tertentu untuk diproduksi lagi.

 

Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan dinilai sepihak mengeluarkan izin impor kentang. Kementan seharusnya dimintai data produksi kentang dalam negeri sebagai pertimbangan Kemendag impor kentang.

 

UU Holtikultura mengamanatkan bahwa izin impor produk holtikultura termasuk kentang di dalamnya diberikan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

 

Kemendag mengaku melakukan impor karena harga kentang di perdagangan luar negeri murah. Harga murah ini lantaran stok kentang di luar negeri tengah melimpah atau oversupply. Kondisi ini membuat beberapa importir berpikir akan menguntungkan jika memasukkan kentang dari luar negeri ke Indonesia.

 

Tapi Kemendag lupa menanyakan produksi kentang di dalam negeri. Karena sebetulnya produksi kentang di Indonesia sendiri tidak ada masalah, seperti di Pengalengan, Dieng, dan sentra kentang.

 

Kemendag yang bersifat egois itu menyebabkan harga kentang lokal di tingkat petani merosot hingga 50% dibandingkan sebelum kentang impor membanjiri pasar Indonesia. Kentang-kentang lokal pun tak laku di mata konsumen. Akibatnya, petani kentang merugi besar.

 

Garam impor

 

Indonesia yang 75% wilayahnya adalah lautan seharusnya merupakan surga bagi petambak garam karena begitu berlimpahnya kekayaan alam tersebut. Namun kenyataanya, impor garam dari tahun ke tahun terus meningkat.

 

Tercatat pada 2007 impor garam hanya sebesar 191.173 ton, selanjutnya pada 2008 dan 2009 sempat turun menjadi 88.500 ton dan 99.754 ton. Namun pada 2010, impor garam melonjak sangat tajam hingga 597.583 ton dan naik dua kali lipat pada perkiraan tahun ini sekitar 923.756 ton

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Bea Cukai sempat melakukan penyegelan garam impor di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara sebanyak 29.050 ton dari India awal bulan ini.

 

Masuknya garam impor tersebut terlambat sehingga berbenturan dengan panen raya garam di dalam negeri. Padahal, kebijakan importasi garam telah diatur oleh Permen Perdagangan, yakni satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen raya, serta telah ditetapkan batas impor pada 31 Juli 2011.

 

Salah satu dampak negatif yang dirasakan masyarakat petambak garam dari adanya garam impor yang datangnya bersamaan dengan panen raya adalah jatuhnya harga garam di dalam negeri, sehingga akan mengganggu kesejahteraan petambak garam secara keseluruhan.

 

Kebutuhan garam nasional yang disepakati untuk tahun ini adalah sebesar 3,4 juta ton, terdiri dari kebutuhan garam konsumsi sebesar 1,6 juta ton dan garam industri sebesar 1,8 juta ton.

 

Sementara itu, perkiraan produksi garam dalam negeri tahun 2011 adalah sebesar 1,4 juta ton, sehingga telah disepakati bahwa importasi tahun ini adalah sebesar 2 juta ton, terdiri dari import garam untuk konsumsi sebesar 200.000 ton dan impor garam industri sebesar 1,8 juta ton.

 

Kisruh impor sapi

 

Kisruh impor sapi, terutama dari Australia diawali dengan adanya tuduhan dari Australia yang menganggap sejumlah rumah jagal di Tanah Air melanggar aturan kesejahteraan hewan, yaitu melakukan penyembelihan dengan cara yang dianggap kejam sehingga ditangguhkan selama sebulan.

 

Meski Australia akhirnya membuka keran ekspor sapinya ke Indonesia, tapi kuotanya kemudian diturunkan dari 600.000 ekor menjadi hanya 500.000 ekor saja.

 

Akibat penundaan itu, nilai ekspor sapi Australia anjlok 38% pada tahun fiskal yang berakhir Juni 2011. Indonesia merupakan pasar terbesar bagi Australia. Hampir 60% sapi Australia diekspor ke Indonesia. Ekspor ke Indonesia menyumbang pendapatan hingga Aus$319 juta tahun lalu.

 

 

Impor sapi bakalan dari Australia tidak akan memenuhi kuota karena pihak Australia yang memperketat aturan ekspor sapi.

 

Pengetatan aturan Australia tersebut menjadi salah satu penghambat bagi perusahaan feedlot (penggemukan sapi) di Indonesia, karena harus memperbaiki sejumlah Rumah Potong Hewan (RPH) agar sesuai dengan kaidah kesejahteraan hewan.

 

Setiap 1 ekor sapi yang diekspor ke Indonesia harus terlacak keberadaan mulai dari pengiriman sampai pemotongan untuk memastikan sesuai dengan kaidah kesejahteraan hewan.

 

Aturan tersebut masuk ke dalam kontrol rantai pasokan yang mewajibkan eksportir menjamin sapi yang dikirim ke Indonesia akan diperlakukan sesuai kaidah kesejahteraan hewan.

 

Salah satu importir daging sapi mengeluh soal pembagian impor daging sapi yang dinilai tidak adil, karena kuota impor itu hanya diberikan untuk beberapa perusahaan saja.

 

RI pun menjajaki kemungkinan impor ternak sapi dari Amerika Serikat untuk memperluas sumber pasokan ternak impor. Selain Amerika, Indonesia juga menjajaki impor ternak dari Kolombia.

 

Perlu diketahui, nilai bisnis perdagangan sapi dan produk sapi impor setiap tahun mencapai Rp8 triliun hingga Rp9 triliun. Namun, peternak tidak turut menikmatinya.

 

Sudah saatnya pemerintah, yakni Kemtan, mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian yang mewajibkan setiap importir daging sapi dan jeroan harus menyerap 10 persen daging sapi lokal.

 

Jika importir mendapatkan izin impor 10.000 ton daging sapi, dia harus membeli minimal 1.000 ton daging sapi lokal. Harga daging sapi lokal akan naik dan peternak bergairah.

 

Tidak hanya itu, setiap perusahaan penggemukan dengan kapasitas usaha tertentu wajib mengalokasikan usaha pembibitan minimal 5%. Dengan kata lain, jika kapasitas penggemukan 10.000 ekor sapi, mereka wajib menyediakan sapi pembibitan 500 ekor.

 

Selain itu, setiap perusahaan penggemukan, dari total sapi bakalan yang diimpor, 10%-nya harus dikerja samakan dengan peternak. Dengan izin impor 500.000 sapi, tiap tahun akan ada 50.000 ekor yang dikerja samakan dengan peternak dan bisa menyerap 1.200 tenaga kerja baru.

 

 

Beras impor

 

Masuknya ribuan ton beras impor juga cukup memukul petani di Indonesia. Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Kalimantan Timur misalnya, akan mendatangkan beras impor sebanyak 8.000 ton pada November guna menjaga ketersediaan stok di seluruh daerah. Kebijakan tersebut dilakukan kendati sampai pekan lalu sebanyak 7.800 ton beras impor telah masuk ke provinsi ini.

 

Pemerintah pusat melalui Perum Bulog mengimpor beras dari Vietnam sejumlah 500.000 ton pada Agustus 2011. Hingga akhir tahun ini, stok beras yang dimiliki Bulog akan mencapai 2 juta ton termasuk di dalamnya dari rencana impor 500.000 ton beras impor Vietnam.

 

Awal tahun 2011 Perum Bulog telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebesar 1,85 juta ton hingga 5 April 2011. Angka tersebut sama dengan 92,51% dari izin impor pemerintah yang dijatahkan hingga 2 juta ton.

 

DPR pun mendesak pemerintah segera menghentikan ketergantungan pada pasokan beras impor karena hal itu dinilai lebih pada kegagalan program pertanian dan tata niaga perberasan nasional.

 

Potensi produksi beras kita sangat besar dan harusnya dengan mudah mencapai swasembada. Tapi kini pemerintah malah kelabakan begitu Thailand dikabarkan membatalkan kontrak ekspor ke Indonesia.

 

Indonesia tidak bisa terus mengandalkan impor beras dalam mengatasi masalah ketahanan pangan nasional. Seharusnya, pemerintah mendorong lebih kuat untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri yang selama ini tidak terkelola dengan baik.(api)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper