Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Realisasi Anggaran Seret, Pemulihan Ekonomi Butuh Dukungan Akselerasi Belanja

Realisasi belanja negara baru 38,9% pada semester I/2025 dan menjadi yang terendah dalam 5 tahun. Padahal, belanja negara bisa menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi.
Pegawai menyortir uang rupiah di cash center atau pusat kas BNI di Jakarta, Selasa (4/2/2025). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai menyortir uang rupiah di cash center atau pusat kas BNI di Jakarta, Selasa (4/2/2025). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pusat kajian kebijakan ekonomi Prasasti Center for Policy Studies menilai pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja negara untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi yang masih berjalan moderat di tengah ketidakpastian global.

Research Director Prasasti Gundy Cahyadi menyebut laju pertumbuhan ekonomi nasional belum menunjukkan perbaikan signifikan pada kuartal II/2025, setelah hanya tumbuh 4,87% secara tahunan pada kuartal I.

Konsumsi rumah tangga—kontributor utama pertumbuhan—masih lemah, sementara sektor swasta cenderung menunggu arah kebijakan pemerintah,” ujar Gundy dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (15/7/2025).

Menurutnya, kondisi itu menandakan perlunya kebijakan fiskal yang lebih agresif dalam waktu dekat, salah satunya dengan mempercepat eksekusi belanja negara.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa hingga akhir Juni 2025, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 38,9% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Capaian ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 42,0%, serta di bawah rerata historis 41,2% pada 2021—2024.

Gundy menjelaskan bahwa perlambatan realisasi belanja turut dipengaruhi oleh rendahnya penerimaan negara di paruh pertama tahun ini. Hingga akhir Juni, penerimaan negara baru mencapai 40,3% dari target tahunan—jauh di bawah rerata lima tahun sebelumnya yang tercatat 52,4%.

“Lambatnya serapan anggaran tahun ini sebagian besar disebabkan oleh penerimaan negara yang juga lebih rendah, terutama di awal tahun ini, sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan juga dampak dari implementasi sistem perpajakan baru,” katanya.

Dengan konsumsi dan investasi swasta yang cenderung menunggu kepastian, Prasasti menilai percepatan belanja atau front-loading menjadi instrumen krusial dalam menjaga permintaan domestik. Pemerintah perlu memberikan sinyal konkret melalui stimulus fiskal untuk mendorong aktivitas ekonomi.

Hanya saja, langkah ini berpotensi mendorong pelebaran defisit anggaran. Prasasti memperkirakan defisit APBN 2025 bisa melebar dari target 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), mendekati batas 3% yang selama ini menjadi rambu kehati-hatian fiskal.

“Pelebaran defisit seharusnya tidak otomatis dianggap negatif, selama diarahkan ke belanja produktif seperti hilirisasi industri, ketahanan pangan, transformasi UMKM, serta perlindungan sosial yang tepat sasaran,” tambah Gundy.

Prasasti juga menilai kondisi makroekonomi Indonesia saat ini masih dalam koridor aman. Rasio utang terhadap PDB tetap terjaga di bawah 40%, sementara aliran dana asing ke pasar surat utang pemerintah tercatat mencapai Rp42 triliun pada semester I/2025.

Gundy menambahkan bahwa selain percepatan belanja, pemerintah juga perlu memperkuat sisi penerimaan negara melalui intensifikasi perpajakan dan evaluasi insentif fiskal. Komunikasi publik yang transparan disebut menjadi elemen penting dalam menjaga kepercayaan pelaku pasar dan masyarakat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper