Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akhir Polemik Rumah Subsidi Mini 18 Meter: Ramai Ditolak, Kini Dibatalkan

Pemerintah resmi mencabut usulan rumah subsidi minimalis dengan luas bangunan 18 meter persegi (m2) usai sempat menuai polemik. Berikut fakta-faktanya.
Pengunjung melihat denah rumah subsidi 14 meter persegi (M2) di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (16/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung melihat denah rumah subsidi 14 meter persegi (M2) di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (16/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bahkan, Bonny menyebut Hashim yang juga adik Presiden Prabowo Subianto itu tidak diinformasikan dengan Kementerian PKP mengenai rencana pemangkasan luas tanah rumah subsidi dari semula 60 meter persegi menjadi 25 meter persegi. 

“Sudah saya konfirmasi dengan ketua Satgas, Pak Hashim di London dan menurut beliau tidak mengetahui dan tidak menyetujui gagasan itu,” kata Bonny kepada Bisnis, Rabu (4/6/2025). 

Selain itu, Bonny mengingatkan bahwa urgensi pembentukan Kementerian Perumahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas hunian masyarakat. Pasalnya, bila luas rumah subsidi dipangkas, dikhawatirkan justru menimbulkan ketidaknyamanan bagi para penghuninya. 

“Pak Prabowo melahirkan kembali kementerian Perumahan untuk memperbaiki hunian masyarakat serta memberikan hunian yang sehat,” tambahnya.

5. Beda pendapat

Penolakan tak hanya datang dari Satgas, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah juga memiliki pandangan berbeda dengan menterinya terkait dengan wacana rumah subsidi minimalis.

Dia berpandangan usulan memperkecil rumah subsidi itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Selain itu, Fahri juga menekankan bahwa rencana merevisi luas Rumah Subsidi menjadi 36 m2 juga dinilai bertentangan dengan visi misi Presiden Prabowo Subianto yang hendak mengentaskan kemiskinan lewat pengadaan rumah layak bagi masyarakat.

"Nggak, itu tidak boleh karena itu bertentangan dengan konsep Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang luas rumah, tapi kalau orang mau bangun [secara komersial], silakan jual," kata Fahri saat ditemui di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw menegaskan bahwa memang sudah sewajarnya pemerintah membatalkan rencana revisi ukuran rumah Subsidi tersebut. Dia mengungkap, unsur kelayakan menjadi faktor utama yang membatalkan wacana memperkecil Rumah bagi MBR.

Pada saat yang sama, dia juga meminta agar pengembang dapat patuh dalam menjalankan bisnisnya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Di mana, dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ditetapkan bahwa Lucas lantai minimal Rumah bagi MBR sebesar 36 m2.

Selain itu, dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023 yang menetapkan bahwa luas tanah paling rendah yakni 60 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. 

"Kita dalam Perumahan ada Undang-Undang Perumahan, berapa luas bangunan untuk masyarakat tak mampu itu jelas ada di UU. Dulu dari 24m2 naik jadi 36 m2 itu kan jelas. Maka, ikuti saja aturan jangan kita buat aturan baru," tegasnya.

6. Pengembang setuju

Sebelumnya, usulan pebangunan rumah subsidi minimalis mulai diterima oleh sejumlah pengembang, lantaran dinilai menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kepemilikan rumah bagi masyarakat di wilayah perkotaan.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah menjelaskan meski usulan tersebut mendulang pro-kontra, pada dasarnya Apersi memahami bahwa upaya tersebut dilakukan untuk mewujudkan program 3 juta rumah.

Junaidi juga berpandangan, pemerintah mestinya memiliki pertimbangan terbaik untuk masyarakat sebelum mengeluarkan regulasi apapun.

“Terkait opsi luasan bangunan dan tanah pemerintah pasti mempunyai pertimbangan terbaik untuk rakyatnya,”jelasnya kepada Bisnis, Rabu (18/6/2925).

Saat kembali dikonfirmasi, Junaidi mengaku mendukung keputusan pemeirntah membatalkan rencana pembangunan rumah subsidi tipe 18 tepat untuk dilakukan.

Dia menjelaskan, alih-alih membangun rumah tapak minimalis, pemeirntah perlu untuk secara lebih masif dan fokus melakukan pembangunan rumah susun di perkotaan sebagai langkah mengatasi mahalnya harga lahan.

"Sebenarnya kan untuk mengatasi harga tanah mahal pemerintah sudah mencanangkan akan membangun rusun yang tanahnya akan disubsidi pemerintah. Itu sebenarnya solusi sangat baik untuk masyarakat perkotaan," tegasnya.

Senada, Wakil Ketua Umum Realestate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya menjelaskan bahwa konsep hunian minimalis sebetulnya sangat tepat dibangun di wilayah perkotaan.

Akan tetapi, ide tersebut banyak mendapat pertentangan dari banyak pihak. Sehingga, membangun perlu untuk menyelesaikan polemik tersebut.

"Memang dari awal konsep bangunan mungil sudah banyak di tentang banyak pihak. Karena dianggap kurang manusiawi dan ke depan sulit untuk di kembangkan karena keterbatasan lahan," tegasnya.

Bambang menekankan, sebenarnya konsep bangunan minimalis site khususnya di area yang tanah sudah mahal adalah solusi. Tapi tentu bukan untuk rumah subsidi

"Karena harus dikembangkan untuk 2 lantai sampai 3 lantai. Cocok untuk properti komersial, non subsidi," tegasnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper