Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mimpi Buruk Ekonomi Dunia Jika Iran Tutup Jalur Minyak Selat Hormuz

Parlemen Iran sepakat untuk menutup jalur vital perdagangan minyak Selat Hormuz sebagai respons atas serangan AS. Bagaimana dampak bila Selat Hormuz ditutup?
Kapal tanker minyak melewati Selat Hormuz pada 21 Desember 2018./Reuters/Hamad I Mohammed
Kapal tanker minyak melewati Selat Hormuz pada 21 Desember 2018./Reuters/Hamad I Mohammed

Bisnis.com, JAKARTA - Serangan Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran telah memicu eskalasi ketegangan di Timur Tengah. Memanasnya konflik di wilayah tersebut turut meningkatkan kekhawatiran ditutupnya Selat Hormuz, jalur vital perdagangan minyak dunia.

Media pemerintah Iran, Press TV melaporkan bahwa pada Minggu (22/6/2025), parlemen Iran sepakat untuk menutup Selat Hormuz sebagai respons atas serangan AS dan sikap diam komunitas internasional.

Seorang anggota parlemen senior Iran, Esmaeil Kowsar mengatakan bahwa para legislator telah mencapai kesepakatan untuk menutup selat tersebut, meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

"Parlemen telah sampai pada kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup, tetapi keputusan akhirnya ada pada Dewan Keamanan Nasional Tertinggi," ujar Kowsari.

Tak lama setelah pemberitaan Press TV, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyerukan kepada China untuk membujuk Iran agar tidak menutup Selat Hormuz.

"Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk segera menghubungi mereka [Iran] karena China sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk pasokan minyaknya,” ujar Rubio, dikutip dari Reuters

“Jika mereka [Iran] benar-benar menutup selat itu, maka itu akan menjadi kesalahan besar lainnya. Itu sama saja dengan bunuh diri secara ekonomi bagi mereka. Kami memiliki opsi untuk menangani hal tersebut, namun negara-negara lain juga harus mulai memperhatikannya. Penutupan selat itu justru akan lebih merugikan perekonomian negara lain dibandingkan perekonomian kami,” imbuhnya,

Rubio menambahkan bahwa langkah untuk menutup Selat Hormuz akan menjadi eskalasi besar yang akan mendapat respons dari AS dan negara-negara lain.

Pentingnya Selat Hormuz bagi Perdagangan Minyak Dunia

Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab.

Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

Pada kuartal I/2025, total aliran minyak melalui Selat Hormuz relatif flat dibandingkan dengan 2024.

Aliran minyak melalui Selat Hormuz pada 2024 dan kuartal I/2025 mencakup lebih dari seperempat dari total perdagangan minyak global melalui jalur laut, serta sekitar seperlima dari konsumsi global minyak dan produk minyak bumi.

Selain minyak, sekitar seperlima dari perdagangan global gas alam cair (LNG) juga melewati Selat Hormuz, yang sebagian besar berasal dari Qatar.

Sumber: U.S. Energy Information Administration, Short-Term Energy Outlook, Juni 2025
Sumber: U.S. Energy Information Administration, Short-Term Energy Outlook, Juni 2025

Dampak Bila Selat Hormuz Ditutup

Pengamat dan pakar telah memperingatkan bahwa penutupan atau gangguan apapun terhadap Selat Hormuz dapat mengakibatkan lonjakan harga minyak global dan mengganggu keamanan energi global.

Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi memperkirakan Iran akan melakukan blokade Selat Hormuz setelah AS melakukan serangan.

Saat ini, kata dia, Selat Hormuz menjadi salah satu selat yang paling vital untuk transportasi minyak. Ibrahim menuturkan, sebanyak 22% transportasi minyak melalui Selat Hormuz.

Apabila Selat Hormuz ini diblokade, lanjutnya, maka kemungkinan besar akan membuat harga minyak mentah dunia ini mengalami kenaikan harga-harga, terutama harga minyak mentah di Indonesia.

Ibrahim menjelaskan Indonesia melakukan impor minyak sebesar satu juta barel per hari. Apabila harga minyak mengalami kenaikan, ditambah dengan rupiah yang melemah, maka anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan membengkak.

“Nah, ini yang harus diperhatikan pemerintah. Kenapa? Ini adalah saat yang tepat bahwa pemerintah harus melakukan diversifikasi menggunakan biofuel karena kita mempunyai CPO yang cukup banyak,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).

Melansir Bloomberg, penutupan penuh Hormuz selama lebih dari beberapa jam atau beberapa hari adalah skenario mimpi buruk yang menurut banyak pengamat kecil kemungkinan terjadi.

Hal ini akan menghentikan aliran minyak dan menyebabkan lonjakan harga minyak mentah — analis JPMorgan & Co. memperkirakan bisa naik hampir 70% — yang akan memicu inflasi global dan sangat membebani pertumbuhan ekonomi dunia.

Hingga Jumat (20/6/2025), pengiriman minyak dari kawasan tersebut, termasuk melalui Selat Hormuz, relatif tidak terganggu oleh konflik yang sedang berlangsung. Bahkan, pengiriman minyak dari Iran mengalami lonjakan dan aktivitas kapal tanker minyak melalui Selat Hormuz cukup stabil.

Meski demikian, pada Minggu (22/6/2025), Kementerian Kelautan dan Kebijakan Kepulauan Yunani menyarankan para pemilik kapal di negaranya untuk meninjau kembali penggunaan Selat Hormuz menyusul serangan AS.

Sebelumnya, raksasa migas Shell Plc juga telah menyiapkan langkah mitigasi jika konflik Iran-Israel mengganggu jalur perdagangan Selat Hormuz.

“Jika jalur tersebut tersumbat, untuk alasan apa pun, hal ini akan berdampak besar pada perdagangan global,” ujar Chief Executive Officer Shell Wael Sawan pada Japan Energy Summit & Exhibition di Tokyo, dikutip dari Bloomberg, Kamis (19/6/2025).

“Kami memiliki rencana jika keadaan memburuk.”

Negara-negara yang Paling Terdampak Penutupan Selat Hormuz

U.S. Energy Information Administration (EIA) memperkirakan pada 2024, 84% minyak mentah dan kondensat serta 83% LNG yang melewati Selat Hormuz dikirim ke pasar Asia.

China, India, Jepang, dan Korea Selatan merupakan negara-negara tujuan utama pengiriman minyak mentah melalui Selat Hormuz ke Asia. Porsinya mencapai 69% dari seluruh aliran minyak mentah dan kondensat yang melewati Hormuz pada 2024.

Pasar-pasar inilah yang kemungkinan paling terdampak jika terjadi gangguan pasokan di Selat Hormuz ketimbang AS.

EIA mencatat pada 2024, AS mengimpor sekitar 0,5 juta bph minyak mentah dan kondensat dari negara-negara Teluk Persia melalui Selat Hormuz. Volume ini berkontribusi sekitar 7% dari total impor minyak mentah dan kondensat AS dan 2% dari konsumsi minyak bumi AS.

Meski impor minyak AS yang melewati Selat Hormuz relatif sedikit, AS tetap memiliki kepentingan untuk menjaga kelancaran arus perdagangan di selat itu.

Mengutip laporan lembaga think tank AS The Heritage Foundation, AS memiliki kepentingan terhadap Selat Hormuz lantaran banyak sekutu AS yang bergantung pada minyak dan gas Timur Tengah. Dampak gangguan pasokan yang dialami sekutu-sekutunya dapat merembet ke perekonomian global, termasuk AS.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg, Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper