Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjelaskan skema pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) di tengah adanya kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya senilai Rp11,8 triliun.
Untuk diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang sebesar Rp11,8 triliun dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO alias minyak goreng korporasi.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir menjelaskan perizinan berusaha untuk ekspor CPO dan produk turunannya adalah berbasis Domestic Market Obligation (DMO).
Adapun, ekspor CPO dan produk turunannya yang dimaksud adalah refined, bleached, deodorized palm oil (RBD palm oil), RBD palm olein, used cooking oil (UCO) alias minyak jelantah, serta Limbah Cair Sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME) dan residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR).
“Pelaku usaha pelaksana DMO Minyakita melakukan distribusi disertai melaporkan ke sistem milik Kementerian Perindustrian, yaitu SiMirah, setiap pergerakan Minyakita dari produsen, distributor dilaporkan melalui sistem tersebut,” kata Farid kepada Bisnis, Rabu (18/6/2025).
Nantinya, sambung dia, dari pelaporan di sistem SiMirah akan menghasilkan angka yang disebut hak ekspor. Setelahnya, Kemendag akan memproses permohonan persetujuan ekspor (PE) eksportir.
Baca Juga
“Dari angka hak ekspor tersebut eksportir memiliki alokasi ekspor untuk pengajuan persetujuan ekspor ke Kemendag, di mana saat ini Kemendag telah memproses permohonan secara otomasi,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus CPO korporasi telah mencapai tahap vonis di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Dalam putusannya, hakim telah memutus onslag atau vonis bebas atas tiga grup perusahaan mulai dari Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau Group. Namun, Kejagung telah mengajukan banding atas putusan tersebut.
Dalam tuntutannya, khusus Wilmar Group diminta agar membayar uang pengganti senilai Rp11,8 triliun.
Direktur Penuntutan (Dirut) Kejagung Sutikno menyampaikan penyitaan ini baru diperoleh dari salah satu terdakwa grup korporasi yakni, Wilmar Group.
Adapun, Wilmar Group ini terdiri dari lima korporasi, mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
“Seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619," ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025)
Nantinya, uang tersebut bakal disimpan dalam rekening penampungan milik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Bank Mandiri.