Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Asia tetap stabil pada perdagangan Senin (16/6/2025), di tengah eskalasi konflik Israel dan Iran yang menambah tekanan terhadap prospek ekonomi global di tengah pekan yang dipenuhi agenda rapat bank sentral.
Melansir Reuters pada Senin (16/6/2025), investor cenderung bersikap wait and see di tengah konflik ini. Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang naik tipis 0,1%. Indeks Nikkei Jepang menguat 0,8%, sementara indeks saham Korea Selatan naik 0,5%. Sementara itu, kontrak berjangka S&P 500 naik 0,1% dan Nasdaq menguat 0,2%.
Ketegangan di Timur Tengah itu meningkat bertepatan dengan pertemuan para pemimpin negara-negara G7 di Kanada. Hubungan antarnegara anggota juga tengah diuji oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang kontroversial.
Namun demikian, investor tampaknya masih bersikap tenang. Pasar mata uang relatif stabil, sementara kontrak berjangka saham AS mulai pulih setelah sempat turun pada awal sesi.
Sementara itu, harga minyak mencatat kenaikan tambahan 2%, melanjutkan reli sebesar 13% pada pekan lalu. Kenaikan ini seiring dengan kekhawatiran eskalasi konflik Israel dan Iran yang dapat mengganggu ekspor minyak dari kawasan, khususnya di Selat Hormuz yang menjadi jalur penting pengiriman minyak global.
Harga minyak Brent naik US$1,11 menjadi US$75,34 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,05 ke level US$74,03 per barel.
Baca Juga
Adapun, kenaikan ini berpotensi memperkuat tekanan inflasi dan memperkecil peluang The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam pertemuan yang dijadwalkan pada Rabu (18/6/2025) waktu setempat.
Saat ini, pelaku pasar memperkirakan hampir tidak ada kemungkinan pemangkasan suku bunga dari kisaran 4,25%–4,5%. Peluang perubahan pada pertemuan Juli juga dinilai kecil.
Fokus utama investor akan tertuju pada proyeksi jalur suku bunga terbaru dari The Fed, atau yang dikenal sebagai dot plot.
“Kami memperkirakan proyeksi 'dot plot' terbaru akan menunjukkan ekspektasi median hanya satu kali pemangkasan suku bunga tahun ini, dibandingkan dua kali seperti yang diproyeksikan sebelumnya,” kata Michael Feroli, Kepala Ekonom AS di JPMorgan.
Meski demikian, pasar masih mempertaruhkan dua kali pemangkasan hingga akhir tahun, dengan peluang terbesar terjadi pada September.
Data penjualan ritel AS yang akan dirilis Selasa diperkirakan akan menjadi sorotan, terutama jika terjadi penurunan di sektor otomotif meskipun penjualan inti berpotensi menguat. Karena libur nasional pada Kamis, data klaim pengangguran mingguan akan dirilis lebih awal, yakni Rabu.
Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun naik tipis 1 basis poin menjadi 4,42%, mencerminkan minimnya permintaan aset safe haven.
Di pasar mata uang, dolar AS menguat 0,3% terhadap yen Jepang menjadi 144,49, sedangkan euro melemah 0,1% ke level US$1,1537.
Bank Sentral Jepang dijadwalkan menggelar pertemuan kebijakan pada Selasa dan diperkirakan mempertahankan suku bunga di level 0,5%. Namun, bank sentral masih membuka peluang untuk pengetatan kebijakan lebih lanjut pada akhir tahun ini.
Terdapat pula spekulasi bahwa BoJ akan mempertimbangkan untuk memperlambat pengurangan kepemilikan obligasi pemerintah mulai tahun fiskal berikutnya.
Pada pasar komoditas lainnya, harga emas naik 0,5% ke level US$3.450 per troy ounce karena permintaan safe haven di tengah ketegangan Timur Tengah.