Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak sawit melonjak ke level tertinggi hampir tiga pekan terakhir setelah India, sebagai pembeli terbesar di dunia, mengumumkan pemangkasan bea masuk untuk minyak nabati, termasuk minyak sawit dan minyak biji bunga matahari.
Melansir laman Bloomberg pada Selasa (3/6/2025) langkah tersebut diambil untuk menekan harga eceran di dalam negeri. Kebijakan tersebut mulai resmi berlaku 31 Mei 2025.
Seiring dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, kontrak berjangka minyak sawit di Bursa Malaysia tercatat naik hingga 2,6% pada perdagangan hari ini.
Perdagangan di Malaysia sebelumnya ditutup pada hari Senin karena hari libur. Menurut David Ng, analis senior di IcebergX Sdn Bhd, kenaikan harga juga didukung oleh penguatan harga minyak mentah dunia yang meningkatkan daya tarik minyak sawit sebagai bahan baku biofuel, serta meningkatnya ekspor dari Malaysia.
Namun, menurut laporan tambahan dari The Edge Malaysia, kebijakan baru India ini berpotensi merugikan pelaku industri kelapa sawit, terutama yang memiliki operasi pemurnian di Indonesia.
Dalam catatan riset CIMB Securities, pemangkasan bea masuk atas minyak nabati mentah (termasuk CPO) membuat selisih tarif dengan minyak sawit olahan semakin sempit, sehingga menurunkan daya saing para pelaku pemurnian di Malaysia dan Indonesia dibandingkan pelaku industri penyulingan di India.
Baca Juga
“Kondisi ini juga dapat memperketat persaingan dalam mendapatkan pasokan bahan baku CPO,” tulis CIMB.
Di sisi lain, petani tanaman penghasil minyak di India juga bisa terkena dampak negatif akibat tekanan harga dari meningkatnya impor. CIMB mencatat bahwa perusahaan Malaysia seperti Kuala Lumpur Kepong Bhd (KL:KLK) dan SD Guthrie Bhd (KL:SDG) memiliki eksposur signifikan terhadap fasilitas pemurnian minyak sawit di Indonesia, yang kini menghadapi tantangan akibat berkurangnya insentif bagi India untuk mengimpor CPO.
Sebelumnya, struktur tarif yang lebih tinggi terhadap minyak sawit olahan mendorong India untuk lebih banyak mengimpor CPO dan memprosesnya secara domestik.
Namun, kebijakan baru yang menurunkan bea masuk dasar minyak nabati mentah menjadi 10%, ditambah dengan pungutan infrastruktur pertanian sebesar 5% dan surcharge kesejahteraan sosial 10%, menghasilkan tarif efektif sebesar 16,5%, turun dari sebelumnya 27,5%.
Sementara itu, tarif untuk minyak sawit olahan tetap sebesar 35,75% untuk mendorong pemanfaatan kapasitas penyulingan dalam negeri India. Meski langkah ini menguntungkan konsumen India karena harga minyak goreng yang lebih murah, hal ini dikhawatirkan akan menekan profitabilitas dan kapasitas operasional penyuling di Indonesia, yang selama ini menjadi pemasok utama produk olahan seperti RBD palm olein ke India.
Namun demikian, CIMB Securities tetap mempertahankan proyeksi harga CPO sebesar RM4.609 per ton untuk empat bulan pertama 2025.