Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saling Tuduh AS-China soal Pelanggaran 'Gencatan Senjata' Tarif Impor

China menuduh AS melakukan pembatasan yang diskriminatif atas kontrol ekspor chip dan visa pelajar. AS menuding China tidak mematuhi kesepakatan di Jenewa.
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Florence Lo-illustration
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Florence Lo-illustration

Bisnis.com, JAKARTA — China balik menuduh Amerika Serikat melanggar kesepakatan perdagangan terbaru mereka dan berjanji untuk mengambil tindakan guna mempertahankan kepentingannya. 

Pernyataan tersebut merespons komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang pekan lalu menuding China melanggar kesepakatan gencatan senjata yang tercapai di Jenewa, Swiss pada awal Mei 2025. 

Dalam pernyataan resmi pada Senin (2/6/2025), Kementerian Perdagangan China menegur klaim presiden AS bahwa Beijing melanggar konsensus yang dicapai di Jenewa bulan lalu. 

Beijing menuduh AS secara sepihak memberlakukan pembatasan diskriminatif baru, termasuk pedoman baru tentang kontrol ekspor chip artificial intelligence (AI), pembatasan penjualan perangkat lunak desain chip ke China, dan pencabutan visa pelajar China.

“Jika AS bersikeras dengan caranya sendiri dan terus merugikan kepentingan China, kami akan terus mengambil tindakan tegas dan kuat untuk melindungi hak dan kepentingannya yang sah,” kata kementerian tersebut dikutip dari Bloomberg

Kementerian Perdagangan China tersebut juga mengatakan AS melanggar konsensus yang dicapai antara Trump dan Xi pada 17 Januari 2025, saat mereka terakhir kali berbicara, tanpa menjelaskan lebih lanjut. 

Dalam pernyataan tersebut, Kementerian Perdagangan juga menyatakan pihaknya dengan tegas menolak tuduhan yang tidak berdasar. Mereka menyebut, China telah menerapkan konsensus tersebut secara ketat.

Pernyataan China kian meredupkan prospek diskusi antara Trump dan Presiden China, Xi Jinping untuk melanjutkan pembicaraan bilateral antara kedua negara

Perselisihan tersebut mengancam akan merusak hubungan perdagangan bahkan ketika Trump menyatakan harapan bahwa dia akan berbicara dengan Presiden China, Xi Jinping. Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengharapkan panggilan telepon akan dilakukan minggu ini.

Ketegangan antara ekonomi terbesar di dunia meningkat lagi setelah pelonggaran tarif pada Mei 2025. Pemerintahan Trump minggu lalu mengatakan berencana untuk mulai mencabut visa bagi pelajar China sambil bergerak untuk membatasi penjualan perangkat lunak desain chip ke China. Selain itu, AS juga telah melarang ekspor suku cadang dan teknologi mesin jet AS yang penting ke China. 

Trump tidak menjelaskan lebih lanjut ketika dia menuduh Beijing melanggar gencatan senjata tarif pada Jumat (30/5/2025), tetapi Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengeluh bahwa China tidak mempercepat ekspor mineral penting yang dibutuhkan untuk elektronik canggih.

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut pembicaraan dagang antara kedua negara saat ini sedikit tersendat. Dia menyebut pembicaraan ini kemungkinan akan membutuhkan keterlibatan langsung Trump dan Xi untuk mencapai kesepakatan.

"Mengingat besarnya pembicaraan, mengingat kompleksitasnya ... ini akan mengharuskan kedua pemimpin untuk saling mempertimbangkan. Mereka memiliki hubungan yang baik, dan saya yakin bahwa China akan hadir di meja perundingan ketika Presiden Trump menyatakan pilihannya," kata Bessent dikutip dari Reuters.

Sementara itu, Trump pada pekan lalu menuduh China melanggar kesepakatan bilateral yang dicapai dalam perundingan di Jenewa, Swiss tentang pencabutan tarif impor.

Trump mengatakan China telah melanggar perjanjian dengan AS untuk mencabut tarif dan pembatasan perdagangan untuk mineral penting dan mengeluarkan ancaman terselubung baru untuk bersikap lebih keras terhadap Beijing.

"China, mungkin tidak mengejutkan bagi sebagian orang, telah benar-benar melanggar perjanjiannya dengan kami. Begitulah seharusnya dia menjadi orang baik!" kata Trump dalam sebuah unggahan di platform Truth Social miliknya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper