Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertamina Beberkan Risiko Impor Migas AS, Bahlil: Tak Ada Alasan!

Kementerian ESDM menegaskan penambahan impor migas dari AS harus tetap berlanjut kendati Pertamina menjelaskan sejumlah risikonya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan, Jakarta. /Bisnis-Dany Saputra.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan, Jakarta. /Bisnis-Dany Saputra.

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan penambahan impor migas dari Amerika Serikat (AS) harus tetap berlanjut. Penambahan ini dilakukan dengan mengalihkan volume impor dari negara lain.

Adapun, rencana tersebut merupakan bagian dari langkah pemerintah Indonesia dalam bernegosiasi dengan AS untuk penurunan tarif resiprokal terhadap Indonesia sebesar 32%. 

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan selama ini Indonesia juga telah aktif melakukan pembelian produk LPG dari AS, bahkan lebih dari 50% impor disebut berasal dari negeri Paman Sam tersebut. 

"Enggak ada alasan, toh LPG kita juga kan kita impor dari Amerika, 59% dari total impor LPG nasional itu kan 50% lebih dari Amerika, gak ada soal," kata Bahlil kepada wartawan, Jumat (23/5/2025). 

Menurut catatan PT Pertamina (Persero), impor LPG ke AS sekitar 57% dari total impor. Adapun, total nilai transaksi migas tersebut mencapai US$3 miliar per tahun. 

Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menekankan bahwa skenario peningkatan porsi impor migas dari AS merupakan pengalihan dari negara lain, bukan penambahan volume impor. 

Saat ini perusahaan plat merah itu juga memiliki kerja sama rutin dengan AS untuk memasok migas yaitu untuk minyak mentah sekitar 4% dari total impor. 

Dalam hal ini, pihaknya berkoordinasi bersama tim negosiasi pemerintah yang dipimpin oleh Kemenko Bidang Perekonomian. Namun, dia menekankan bahwa terdapat risiko teknis yang perlu dipertimbangkan dari rencana pengalihan impor migas ini.

Beberapa risiko di antaranya terkait dengan logistik dan distribusi, kesiapan infrastruktur hingga aspek keekonomian untuk memitigasi resiko yang dapat mengganggu ketahanan energi nasional.  

"Resiko utama adalah dari sisi jarak dan waktu pengiriman dari AS yang jauh lebih panjang yaitu sekitar 40 hari dibandingkan sumber pasokan dari Timur Tengah ataupun negara Asia," terangnya.  

Tak hanya itu, jika terdapat kendala faktor cuaca seperti badai ataupun kabut maka akan berdampak langsung pada ketahanan stok nasional. 

Oleh karena itu, Pertamina tengah mengkaji secara komprehensif aspek teknis, komersial dan risiko operasional untuk memastikan bahwa skenario peningkatan pasokan migas dari AS dapat dilakukan secara efektif.  

"Selain itu juga, kami memerlukan dukungan kebijakan dari pemerintah dalam bentuk payung hukum baik melalui peraturan Presiden maupun peraturan Menteri sebagai dasar pelaksanaan kerja sama suplai energi bagi Pertamina," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper