Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengungkap sederet peluang investasi antara Indonesia dengan Korea Selatan di tengah tarif dagang atau tarif resiprokal yang dikenakan Presiden AS Donald Trump.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho menilai perdagangan Indonesia—Korea Selatan masih akan tetap berjalan positif di tengah tarif Trump.
Di sisi lain, Andry menilai program hilirisasi bisa menjadi langkah untuk mendorong investasi Korea Selatan yang berada di sektor hulu maupun hilir, seperti besi baja dan nikel.
Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu menggenjot produksi berbasis baterai dan sistem penyimpanan energi, seiring meningkatnya penggunaan kendaraan listrik dan energi terbarukan.
“Jangan lupa, menurut saya, produk-produk yang harapannya kita bisa menjadi produk masa depan seperti baterai kendaraan listrik atau baterai energy storage system yang digunakan di dalam pembangkit renewable energy itu bisa kita jajaki,” kata Andry kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (22/5/2025).
Dia menyarankan agar hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan sebaiknya tidak hanya sebatas pada perdagangan, melainkan juga mampu menarik investasi dari Korea Selatan untuk masuk ke Indonesia.
Baca Juga
Pasalnya, jika investasi meningkat, maka secara otomatis nilai perdagangan Indonesia—Korea Selatan juga akan ikut naik.
“Yang terpenting juga adalah bagaimana investasi penanaman modal asing dari Korea Selatan yang sudah ada atau saat ini itu bisa setidaknya kita pertahankan,” terangnya.
Menurutnya, pemerintah perlu fokus menjaga investasi yang sudah ditanamkan di Tanah Air, termasuk dengan memperluas ekspansi dari investasi perusahaan-perusahaan Korea Selatan.
Dia juga menuturkan Indonesia harus menjaga iklim investasi dan pasar agar tetap kondusif dan menarik di mata investor, sehingga perdagangan akan tumbuh dengan sendirinya.
“Ketika kita bisa menjaga investasi, tentu frekuensi dari perdagangan [Indonesia—Korea Selatan] akan meningkat,” terangnya.
Di samping itu, Andry menilai perjanjian perdagangan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK—CEPA) masih bisa didorong untuk semakin meningkatkan nilai dan frekuensi dari perdagangan antarkedua negara.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pengenaan tarif resiprokal dari AS kepada Indonesia dan Korea Selatan tidak berdampak signifikan terhadap kedua negara.
“Adanya perang dagang atau pengenaan tarif Trump, ini ketidakpastiannya sebetulnya masih relatif tinggi tetapi saya tidak melihat ada dampak yang cukup signifikan terhadap perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan,” kata Faisal kepada Bisnis.
Faisal melihat bahwa hubungan antarkedua negara saling melengkapi, sehingga dampak dari tarif Trump masih relatif minim.
Namun, dia menyebut persaingan bisnis dan investasi menjadi tantangan ke depan. Ditambah, nilai tukar rupiah yang melemah memicu harga barang impor semakin mahal.
“Apalagi yang kita impor dari Korea adalah barang-barang manufaktur dengan nilai tambah yang tinggi, yang mahal,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Korea Selatan Inkyo Cheong mengatakan proses negosiasi tarif resiprokal antara Korea Selatan dan AS masih terus berlangsung dan pihaknya belum dapat menginformasikan perkembangan terbaru.
“Kami masih berada dalam tahap negosiasi dengan Amerika Serikat terkait isu tarif resiprokal, dan kami menghargai perhatian serta dukungan Indonesia terhadap proses ini,” kata Menteri Cheong dikutip dari keterangan tertulis.
Meski begitu, Menteri Cheong mengapresiasi sikap Asean, termasuk Indonesia, yang dinilai mampu menghadapi isu tarif Trump dengan pendekatan yang tenang dan konstruktif.
“Kami menghargai respons Asean, termasuk Indonesia yang dapat secara korporatif mengedepankan dialog. Ini menjadi pondasi penting bagi stabilitas perdagangan kawasan,” tandasnya.