Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Ekonomi) memberikan sinyal pemberian perlindungan atas produk besi dan baja yang terdampak pratik dumping. Hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi risiko tarif resiprokal.
Menteri Koodirnator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya akan meninjau produk-produk besi dan baja yang saat ini dibanjiri produk impor murah dan menekan daya saing industri.
"Sedang dilakukan reviu tentang regulasi antidumping, kita harus bersiap-siap karena akan ada akibat dari global tarif ini yang akan ada salah satu negara besar yang produknya overcapacity dan ini kita khawatirkan masuk ke pasar Indonesia," kata Airlangga saat ditemui di JCC Senayan, Rabu (21/5/2025).
Kendati demikian, Airlangga belum dapat memberikan perincian terkait jenis produk dan negara yang melakukan praktik dumping ke pasar Indonesia. Namun, dia tak memungkiri terdapat ancaman dari salah satu produsen besi dan baja terbesar dunia yang mengalami kelebihan pasokan.
Chairman The Indonesian Iron and Steel Indusstry Association (IISIA) Akbar Djohan mengatakan, upaya pengenaan tarif untuk produk impor besi dan baja yang terlampau murah masih diajukan kepada pemerintah.
"Bisa BMAD [bea masuk antidumping], yang lebih cepat mungkin safeguard atau mungkin BMAD biaya masuk sementara. Mereka terindikasi [China] menurunkan harga tidak masuk akal yang itu bisa merusak pasar dalam negeri tentunya itu subjek untuk penerapan tarif," kata Akbar.
Baca Juga
Beberapa produk di antaranya hot rolled coil (HRC) dan cold rolled coil (CRC) dari sejumlah negara, termasuk China dan negara lain yang juga terindikasi.
Sebelumnya, Akbar yang juga merupakan direkur utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. telah meminta BMAD untuk produk CRC. Pengajuan ini juga telah dilakukan sejak 5 tahun lalu.
Berdasarkan catatan KRAS, volume impor produk CR Coil/S paling besar masuk dengan volume 1,36 juta ton, diikuti oleh produk HR coil sebesar 1,35 juta ton pada periode Januari-Oktober 2024.
Adapun, tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional rata-rata sebesar 57% per 2023. Untuk produk CRC/S utilisasinya sebesar 53% dengan total kapasitas produksi 2,6 juta ton per tahun dan kapasitas terpasang 1,4 juta ton per tahun.
Diberitakan sebelumnya, industri baja China berada di persimpangan kritis dengan proyeksi kelebihan kapasitas mencapai 250 juta ton pada 2035.
Mengutip laporan terbaru dari Wood Mackenzie, situasi ini menggambarkan tantangan besar yang harus dihadapi China dalam menjaga keberlanjutan sektor baja mereka di tengah perubahan permintaan dan tekanan untuk mengurangi emisi karbon.
“Periode berikutnya proyeksi permintaan baja akan ditopang oleh sektor kelistrikan, transisi energi, dan kecerdasan buatan. Semuanya itu tidak memerlukan baja yang besar,” ujar Ti Guo, Konsultan Manajer bidang Penelitian Bijih Besi dan Baja di Wood Mackenzie, dalam keterangan resmi, Jumat (4/4/2025).
Saat ini, China sudah menghadapi kelebihan kapasitas baja lebih dari 50 juta ton, yang diperkirakan akan meningkat drastis dalam dekade mendatang. Di sisi lain, permintaan baja di dalam negeri China mengalami penurunan signifikan.