Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Ekonomi) mengungkap industri besi dan baja nasional saat ini dikepung berbagai kebijakan hambatan dagang berupa tarif dari Amerika Serikat (AS) dan non-tarif dari Eropa.
Menteri Koodirnator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, AS menerapkan tarif tambahan untuk produk besi baja dari Indonesia sebesar 25%. Sementara itu, Eropa tengah mempersiapkan implementasi kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) pada Januari 2026.
"Jadi kita sekarang dikepung AS maupun Eropa, baik dengan tarif maupun nontariff barier, CBAM ini termasuk non-tariff barrier karena mereka akan men-charge saja," ujar Airlangga dalam Iron-Steel Summit & Exhibition Indonesia 2025 di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Dia menerangkan bahwa tarif 25% yang diberlakukan untuk besi, baja, aluminium Indonesia yang masuk ke AS belum termasuk rencana pengenaan tarif resiprokal sebesar 32%. Adapun, kebijakan tarif resiprokal masih ditunda dalam kurun waktu 3 bulan.
Untuk itu, Airlangga menilai industri perlu menjaga daya saing industri baja nasional untuk menghadapi dampak dari pengalihan pasar ekspor baja dari berbagai negara ke pasar Indonesia. Salah satu yang tengah dipersiapkan yaitu pengamanan pasar berupa bea masuk antidumping (BMAD).
"Kita harus bersiap-siap karena akan ada akibat dari global tarif ini yang akan ada salah satu negara besar yang produknya overcapacity dan ini kita khawatirkan masuk ke pasar Indonesia," ujarnya.
Baca Juga
Oleh karena itu, Airlangga mendorong penguatan industri terutama yang dilakukan integrasi dari hulu ke hilir dan diprioritaskan untuk digunakan di dalam negeri.
"Pemerintah terus mendorong terkait dengan kebijakan TKDN [tingkat komponen dalam negeri] yang berbasis insentif, ini yang akan terus didorong pemerintah," imbuhnya.
Lebih lanjut, dia juga mendukung penguatan rantai pasok besi dan baja dalam lingkup regional. Menurut dia, Asean memiliki stabilitas untuk menghadapi berbagai tantangan global.
"Jadi, inilah momentum Asean yang mempertahankan region kita, Indo-Pasifik, stabil, serta perkembangan di hadapan perang tarif antara AS dan China," tuturnya.
Dalam catatannya, dalam 5 tahun terakhir, industri baja Indonesia terus meningkat, termasuk dari segi ekspor besi dan baja yang mencapai US$44 miliar dan konsumsi baja juga diperkirakan sekitar 18 juta ton.