Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risiko Efek Berantai usai Moody's Pangkas Peringkat Utang AS

Penurunan peringkat utang AS memperburuk kekhawatiran investor tentang bom waktu utang yang berisiko menghapus status obligasi AS sebagai aset 'safe haven'.
Senin, 19 Mei 2025 | 08:40
Gedung-gedung di Manhattan terlihat dari puncak observatorium One Vanderbilt di Manhattan, New York City, AS, 14 April 2023./Reuters
Gedung-gedung di Manhattan terlihat dari puncak observatorium One Vanderbilt di Manhattan, New York City, AS, 14 April 2023./Reuters

Picu Gejolak Baru

Investor global kembali mengawali pekan dengan guncangan setelah tekanan terhadap aset-aset Amerika Serikat meningkat karena kekhawatiran mendalam soal ketahanan fiskal AS.

Obligasi pemerintah AS bertenor panjang melemah bersamaan dengan kontrak berjangka indeks saham dan dolar dalam sesi awal perdagangan Asia akibat pemangkasan peringkat kredit AS.

Langkah Moody’s ini makin memperkuat kekhawatiran Wall Street terhadap stabilitas pasar obligasi negara, di tengah negosiasi Capitol Hill yang mempertaruhkan pemotongan pajak tanpa pembiayaan dan prospek perlambatan ekonomi seiring Presiden Donald Trump mengguncang tatanan dagang global dan merombak perjanjian dagang lama.

Pada perdagangan Senin, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun bertahan di kisaran 4,48%, sementara yield obligasi 30 tahun merangkak naik ke 4,96%. Kenaikan tipis 10 basis poin saja akan mendorongnya menembus ambang 5%—level tertinggi sejak November 2023 dan mendekati puncak yang terakhir terjadi sebelum krisis keuangan 2008.

Wakil CIO Franklin Templeton Investment Solutions Max Gokhman mengatakan penurunan peringkat ini bukan kejutan, melihat kegagalan fiskal yang tidak kunjung teratasi dan justru kian memburuk.

”Beban bunga utang akan terus meningkat seiring investor besar—baik negara maupun institusi—secara perlahan melepas Treasury dan beralih ke aset lindung nilai lain,” ungkapnyua.

Gokhman mengatakan, hal ini berisiko memicu spiral ‘bear steepener’ yang berbahaya bagi yield, menekan dolar lebih lanjut, dan menggerus daya tarik pasar saham AS.

Michael Schumacher dan Angelo Manolatos dari Wells Fargo memperkirakan yield Treasury 10 dan 30 tahun bisa naik lagi 5–10 basis poin akibat penurunan peringkat tersebut.

Kenaikan yield biasanya menjadi katalis penguatan mata uang. Namun, kali ini justru memperuncing skeptisisme terhadap dolar.

Indeks Bloomberg untuk greenback mendekati posisi terendah April, sementara sentimen pelaku pasar opsi terhadap dolar berada di titik paling pesimistis dalam lima tahun terakhir.

Gejolak ini memperpanjang tekanan yang dimulai sejak April, saat janji tarif dari Presiden Trump memaksa investor mengevaluasi kembali posisi aset AS dalam portofolio mereka.

Walau sempat mereda setelah Trump menunda tarif terhadap China, fokus pasar segera bergeser ke kondisi anggaran negara yang makin rapuh.

“Yield tinggi yang bertahan lama akan menaikkan biaya bunga dan memperlebar defisit pemerintah,” tulis Subadra Rajappa dari Societe Generale.

Dalam jangka panjang, lanjutnya, hilangnya status ‘safe haven’ dari surat utang AS akan berdampak besar terhadap permintaan asing, baik untuk Treasury maupun aset-aset lainnya dari Amerika.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper