Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, pengusaha dilarang menahan ijazah pegawai tanpa alasan yang jelas. Pasalnya, tindakan ini melanggar hukum yang berlaku.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyampaikan, pengusaha perlu memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dia mengatakan, pengusaha bebas melakukan perjanjian kerja antar kedua belah pihak, dalam hal ini perusahaan dengan pekerja, selama tidak melanggar Undang-undang.
“Harus dicek dulu, jangan sampai kita membuat perjanjian, kemudian melanggar undang-undang, peraturan-peraturan pemerintahan, dan sebagainya. Nah itu yang harus dipahami oleh para pelaku usaha,” kata Bob kepada Bisnis, Senin (19/5/2025).
Adapun, Bob tidak membenarkan tindakan penahanan ijazah oleh pengusaha, agar pekerja tetap bekerja di perusahaan tersebut. Kecuali, kata dia, ijazah tersebut misalnya dijadikan jaminan saat mengajukan pinjaman atau kolateral.
Untuk itu, kata Bob, perlu ditelusuri juga alasan perusahaan menahan ijazah pegawai, apakah ada perjanjian atau ketentuan yang berkaitan dengan penahan ijazah.
“Harus dicek dulu sebenarnya isunya apa sih sampai terjadi penahanan ijazah,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Kemnaker akan menerbitkan Surat Edaran Pelarangan Penahanan Ijazah oleh Pengusaha. SE itu rencananya akan diumumkan langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli pada Selasa (20/5/2025).
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menyampaikan, terbitnya SE ini dilakukan sebagai kehadiran pemerintah dalam menangani kasus penahanan ijazah pekerja/buruh yang dilakukan oleh sejumlah pelaku usaha di Tanah Air.
“Besok kemungkinan besar kita akan langsung mengeluarkan namanya surat edaran. Untuk awalnya surat edaran. Nanti besok Pak Menteri yang menyampaikan langsung,” kata Noel saat ditemui di Kantor Kemnaker, Senin (19/5/2025).
Noel mengatakan, persoalan penahanan ijazah pekerja/buruh saat ini menjadi fokus Kemnaker. Pasalnya, praktik-praktik penahanan ijazah yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan dinilai merugikan pekerja/buruh.
Bahkan, dalam beberapa kasus ditemukan bahwa perusahaan meminta pekerja/buruh untuk menebus ijazah dengan uang senilai Rp5 juta - Rp35 juta. Noel menilai, tindakan tersebut merupakan bentuk kejahatan dan melanggar hukum.
“Kami menganggapnya itu bentuk pemerasan, menahan ijazah juga bentuk kejahatan. Itu ada pasal KUHP-nya. Jadi ini peringatan keras untuk para pelaku usaha yang masih melakukan praktik-praktik penahanan ijazah,” tegas Noel.