Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Sri Mulyani Kerek Tarif Pungutan Ekspor CPO jadi 10%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaikkan pungutan ekspor minyak kelapa sawit atau CPO dari semula 7,5% menjadi 10%.
Kumpulan buah sawit yang telah lepas dari tandan sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Kumpulan buah sawit yang telah lepas dari tandan sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 Tahun 2025 (PMK No. 30/2025), menaikkan pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari semula 7,5% menjadi 10%. Kebijakan ini mulai berlaku pada 17 Mei 2025. 

Adapun, beleid anyar ini ditetapkan pada 5 Mei 2025 dan diundangkan pada 14 Mei 2025.

Berdasarkan PMK No. 30/2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BLU BPDP) pada Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mengungkap kenaikan PE CPO ini untuk meningkatkan produktivitas produk perkebunan dan memberikan nilai tambah produk hilir di tingkat petani.

“… diperlukan penyesuaian nilai pungutan dana perkebunan atas ekspor hasil komoditas perkebunan dan/atau turunan hasil komoditas perkebunan, melalui pengaturan tarif layanan atas barang atau jasa yang diberikan oleh Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan pada Kementerian Keuangan,” demikian bunyi pertimbangan beleid tersebut, dikutip pada Kamis (15/5/2025).

Pada Pasal 1 PMK No. 30/2025 disebutkan bahwa tarif layanan BLU BPDP pada Kemenkeu merupakan imbalan atas jasa layanan yang diberikan oleh BLU BPDP pada Kemenkeu.

Lebih lanjut, tarif layanan dimaksud merupakan tarif pungutan dana perkebunan atas ekspor kelapa sawit, CPO, dan/atau produk turunannya yang disebut tarif pungutan. Adapun, tarif pungutan ini ditetapkan berdasarkan nilai harga referensi (HR) CPO.

Sementara itu, HR CPO mengacu pada harga referensi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

Dalam beleid itu, Bendahara Negara RI itu menyampaikan bahwa tarif pungutan ini dikenakan kepada pelaku usaha perkebunan yang melakukan ekspor komoditas perkebunan dan/atau turunannya, pelaku usaha industri berbahan baku hasil perkebunan, dan eksportir atas komoditas perkebunan dan/atau produk turunannya.

Nantinya, tarif pungutan yang dikenakan kepada pelaku usaha dan eksportir dibayar dalam mata uang rupiah dengan nilai kurs yang berlaku pada saat pembayaran.

Sementara itu, nilai kurs akan ditetapkan oleh menkeu berdasarkan keputusan menkeu mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar, dan pajak penghasilan.

“Tata cara pengenaan tarif pungutan diatur oleh direktur utama Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan pada Kementerian Keuangan,” demikian bunyi Pasal 7 ayat (4).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper