Bisnis.com, JAKARTA — Filipina berencana melarang ekspor mineral mentah, termasuk bijih nikel mulai Juni 2025. Pengamat pun mengingatkan kebijakan itu sedikit banyak akan berdampak bagi Indonesia.
Meski belum pasti, pemerintah Filipina saat ini tengah meratifikasi rancangan undang-undang (RUU) larangan ekspor nikel tersebut.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengimpor nikel dari Filipina. Sebab, beberapa jenis smelter di Indonesia perlu suplai sesuai dengan jenis nikel dari Filipina.
"Sehingga jika Filipina setop ekspor maka berdampak beberapa smelter Indonesia akan tidak mendapat pasokan lagi dari Filipina. Tentunya ini potensi masalah, untuk itu perlu mencari alternatif pasokan dari negara lain," kata Bisman kepada Bisnis, Minggu (11/5/2025).
Namun, kata dia, di sisi lain kebijakan Filipina itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia. Menurut Bisman, larangan itu akan menjadikan posisi Indonesia semakin kuat sebagai pemasok utama produk nikel olahan.
Bisman menyebut, Indonesia sudah lebih dulu melarang ekspor bijih nikel dan mendorong pembangunan smelter. Oleh karena itu, Indonesia akan lebih unggul dalam hilirisasi dibanding Filipina.
Selain itu, Bisman mengatakan bahwa dengan berhentinya ekspor nikel mentah oleh Filipina, maka berpotensi adanya peralihan kebutuhan ke nikel olahan. Buntutnya, harga nikel berpotensi naik.
"Jadi ini akan berpengaruh pada harga nikel karena jika Filipina setop ekspor, maka suplai nikel secara global berkurang sehingga harga potensial naik karena volume produksi nikel Filipina cukup signifikan," ucap Bisman.
Dia lantas mengingatkan agar pemerintah Indonesia segera mempercepat hilirisasi nikel. Ini khususnya untuk membangun ekosistem industri berbasis nikel.
"Jika tidak, akan disalip oleh Filipina," kata Bisman mengingatkan.
Sementara itu, bagi pelaku usaha smelter yang masih harus impor nikel dari Filipina, perlu segera mencari alternatif pasokan lain. Namun, akan jauh lebih baik jika bisa dipasok dari dalam negeri.
Filipina merupakan pemasok bijih nikel terbesar kedua di dunia dengan sebagian besar pengirimannya ditujukan ke pasar utama China. Pemerintah negara itu telah mendorong para penambang untuk berinvestasi dalam fasilitas pemrosesan alih-alih hanya mengirimkan bijih mentah.
Upaya ini diharapkan meniru keberhasilan pemasok nikel nomor satu, yakni Indonesia dalam meningkatkan pendapatan pertambangan.
Larangan ekspor bijih nikel oleh Indonesia pada 2020, mendorong nilai ekspor nikelnya dari US$3 miliar menjadi US$30 miliar dalam 2 tahun. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan China membangun smelter di Indonesia.
Menurut Presiden Senat Filipina Francis Escudero mengatakan, Filipina dapat mengikuti jejak Indonesia, sebagai contoh negara kaya sumber daya yang mendorong nilai lebih dari mineralnya.
“Dari segi mineral, Filipina adalah negara kaya yang berpura-pura miskin,” katanya beberapa waktu lalu.
Filipina Berencana Larang Ekspor Nikel Mulai Juni, Apa Dampak Bagi RI?
Rencana Filipina melarang ekspor bijih nikel dampak berdampak positif dan negatif terhadap Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

19 jam yang lalu
Prospek IPO Diuji Pasang Surut Pasar Saham
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

7 menit yang lalu
Breaking: AS dan China Sepakat Turunkan Tarif Impor!

12 menit yang lalu
Waspada! PHK 10.000 Karyawan Panasonic Bisa Merembet ke RI
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
