Bisnis.com, JAKARTA - Produksi bijih nikel Filipina diperkirakan akan pulih tahun ini, terdorong oleh peningkatan permintaan dari Indonesia dan permintaan yang stabil dari pasar utama China.
Melansir Bloomberg, Rabu (12/2/2025), Presiden Asosiasi Industri Nikel Filipina Dante Bravo mengatakan, industri melihat adanya kenaikan permintaan dari smelter Indonesia yang kekurangan pasokan bijih lantaran masalah perizinan pemerintah.
Bravo menuturkan, produksi bijih nikel Filipina diperkirakan akan meningkat sebesar 10%-15% pada tahun ini, setelah mengalami penurunan pada 2024.
Filipina adalah produsen bijih nikel terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, dengan sebagian besar hasilnya dikirim ke luar negeri sebagai bahan mentah untuk diproses. Namun, baru-baru ini, parlemen Filipina telah mengajukan rancangan undang-undang untuk melarang ekspor mineral mentah guna mengembangkan industri hilir dalam negeri.
Adapun, Filipina hanya memiliki dua pabrik pengolahan untuk logam bahan baku baja tahan karat dan baterai untuk kendaraan listrik itu.
Larangan ekspor bijih nikel ini akan memaksa China untuk mencari bijih nikel dari pemasok lain, seperti Kaledonia Baru, Brasil, dan Australia.
Baca Juga
“Ketika pasar-pasar ini semakin kompetitif, kita bisa kehilangan pembeli yang berharga dan kehilangan peluang ekspor utama," ujar Bravo.
Sementara itu, meski sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia tercatat masih mengimpor sejumlah bijih nikel dari Filipina.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diakses pada Rabu (12/2/2025), impor bijih nikel dan konsentrat dari Filipina mencapai 10,18 juta ton dengan nilai US$445,09 juta pada 2024.