Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bantah Masih Ada Impor Nikel, ESDM Sebut Produksi Bijih Domestik Mencukupi

Kementerian ESDM membantah masih adanya perusahaan smelter dalam negeri yang mengimpor bijih nikel dari negara tetangga, yaitu Filipina.
Suasana penggalian tambang nikel milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Suasana penggalian tambang nikel milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah masih adanya perusahaan smelter dalam negeri yang mengimpor bijih nikel dari negara tetangga, yaitu Filipina.

Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Suswantono menegaskan, isu impor nikel yang masih dilakukan salah satu perusahaan nikel di dalam negeri merupakan isu yang sudah berlalu.

“Enggak, itu [impor nikel] yang lalu. Itu yang lalu,” kata Bambang saat ditemui di Kementerian Keuangan, Senin (22/7/2024).

Bambang menyampaikan, kebutuhan nikel di Indonesia sudah terpenuhi dari rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2024 yang sudah disetujui oleh Kementerian ESDM.

Saat ini, kata Bambang, total rencana produksi nikel yang tercatat sesuai RKAB yang disetujui mencapai 240 juta ton dari total kebutuhan dalam negeri sebesar 209 juta ton.

“Tapi yang jelas sudah melebihi kuota yang dibutuhkan negara,” ujarnya.

Adapun, isu impor nikel sempat mencuat pada tahun lalu. Kementerian ESDM membenarkan adanya impor bijih nikel dari Filipina yang dilakukan oleh perusahaan smelter di Sulawesi Tenggara.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif. Arifin mengatakan bahwa impor tersebut terjadi karena tidak adanya pasokan bahan baku dari Blok Mandiodo yang saat ini berhenti beroperasi karena tersangkut kasus dugaan korupsi tambang ilegal.

"Terindikasi bahwa perusahaan yang mengimpor itu adalah perusahaan yang selama ini mengambil bahan baku dari Mandiodo yang sedang bermasalah, jadi mereka harus berproses," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (31/8/2023).

Di sisi lain, Arifin menyebut, impor dilakukan karena tidak adanya pasokan dari tambang lain. Hal ini lantaran beberapa pertambangan sudah memiliki kontrak dengan perusahaan smelter lain dan tidak mau memproduksi lebih nikel mereka.

“Tambang lain kan terikat mereka kan nggak mau ekstra produksi, jadi memang untuk menutup nggak apa-apa yang sementara ini mereka impor,” ujarnya.

Berdasarkan data Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Nasional 2023, Indonesia memiliki sumber daya yang tereka untuk bijih nikel sebesar 8,67 miliar ton dan untuk logam nikel sebesar 92,23 juta ton.

Lalu, sumber daya tertunjuk bijih nikel tercatat sebesar 6,10 miliar ton dan logam nikel sebesar 55,58 juta ton. Untuk sumber daya terukur, bijih nikel berada diangka 3,76 miliar ton dan logam nikel sebesar 36,78 juta ton.

Dengan demikian, total sumber daya bijih nikel saat ini sebesar 18,55 miliar ton dan untuk logam nikel sebesar 184,60 juta ton.

Dari sisi cadangan, Indonesia tercatat masih memiliki total cadangan bijih nikel sebesar 5,32 miliar ton dan logam nikel sebesar 56,11 juta ton.

Total cadangan nikel tersebut terdiri atas cadangan terkira bijih nikel sebanyak 3,42 miliar ton dan logam nikel sebesar 35,91 juta ton, serta cadangan terbukti bijih nikel sebesar 1,90 miliar ton dan logam nikel sebesar 20,20 juta ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper