Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia diketahui melakukan impor nikel ke Filipina. Pengimporan tersebut dilakukan oleh beberapa smelter yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Impor ini dilakukan karena tidak adanya pasokan nikel setelah pemberhentian operasi Blok Mandiodo akibat adanya kasus dugaan korupsi.
Provinsi Sulteng dikepung 4 smelter nikel dengan Izin Usaha Industri (IUI), yakni smelter pyrometallurgi PT Bintang Smelter Indonesia, PT Obsidian Stainless Steel, dan PT Virtue Dragon Nickel Industry. Sementara smelter hydrometallurgy terdapat PT Kolaka Nickel Indonesia.
Adanya smelter yang mengimpor nikel dari Filipina, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak melihat tersebut sebagai sebuah kesalahan.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana mengatakan bahwa yang dilakukan ini dapat memperpanjang umur cadangan nikel Indonesia.
“Sekarang aku nanya, emang haram impor? Kan bisa memperpanjang cadangan kita. Kenapa harus make (nikel) punya kita, kalo misal bisa impor dan prosesingnya ada disini," kata Agus saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (5/9/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut, Agus menyebut bahwa jika pengimporan nikel itu hanya untuk bahan baku saja tidak masalah. Kecuali, nikel milik Indonesia dikirimkan ke Filipina untuk dilakukan proses lanjutan disana.
“Prosesingnya disini, jangan prosesingnya di Filipina bawa (nikel) dari sini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM membenarkan adanya impor bijih nikel dari Filipina yang dilakukan oleh perusahaan smelter di Sulawesi Tenggara.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif. Arifin mengatakan bahwa impor tersebut terjadi karena tidak adanya pasokan bahan baku dari Blok Mandiodo yang saat ini berhenti beroperasi karena tersangkut kasus dugaan korupsi tambang ilegal.
"Terindikasi bahwa perusahaan yang mengimpor itu adalah perusahaan yang selama ini mengambil bahan baku dari Mandiodo yang sedang bermasalah, jadi mereka harus berproses," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (31/8/2023).
Di sisi lain, Arifin menyebut, impor dilakukan karena tidak adanya pasokan dari tambang lain. Hal ini lantaran beberapa pertambangan sudah memiliki kontrak dengan perusahaan smelter lain dan tidak mau memproduksi lebih nikel mereka.
“Tambang lain kan terikat mereka kan nggak mau ekstra produksi, jadi memang untuk menutup nggak apa-apa yang sementara ini mereka impor,” ujarnya.