Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, angkat bicara terkait isu Indonesia impor bijih nikel dari Filipina.
Diketahui isu ini beredar setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menduga adanya perusahaan di Indonesia yang mengimpor bijih nikel dari Filipina.
“Gini, kalau persoalan impor, saya ngga yakin bahwa terjadi kekurangan pasokan. Orang kan membangun smelter di Indonesia, punya tambang nikel di beberapa negara,” kata Bahlil di Raffles Hotel dikutip, Rabu (30/8/2023)
Bahlil mencontohkan bahwa Sulawesi Utara dekat dengan Filipina secara regional. Dirinya melihat adanya kemungkinan pembangunan smelter di dekat Filipina begitupun tambang dari bijih nikel ini.
“Sulawesi Utara sama Filipina itu kan lebih dekat. Mungkin saja, apa yang dia bangun smelter itu dekat juga, ada juga tambangnya di Filipina, mungkin saja,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bahlil menyebut bahwa cadangan nikel yang terdapat di Indonesia masih cukup dan tidak kekurangan. Terlebih, mayoritas cadangan nikel dunia ada di Indonesia.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 2021, sumber daya bijih nikel mencapai 17,68 miliar ton dengan cadangan 5,24 miliar ton. Untuk sumber daya logam nikel mencapai 177 juta ton dengan cadangan 57 juta ton.
“Kalau cadangan nikel kita cukuplah. Mayoritas cadangan didunia kan di Indo. Itu cuma persoalan praktek bisnis biasa itu,” ujar Bahlil.
Sebelumnya, Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Muhammad Wafid menyebut adanya perusahaan yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina karena kekurangan pasokan dari dalam negeri.
"Ada isu nikel yang diimpor dari Filipina karena smelter kekurangan bahan," kata Wafid di Gedung Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023).