Bisnis.com, JAKARTA — World Bank alias Bank Dunia mengungkapkan rasio penerimaan negara Indonesia merupakan yang terendah di antara negara-negara berkembang Asia Tenggara (Asean) lainnya.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mencatat rasio penerimaan negara Indonesia 'hanya' sebesar 12,8% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2024.
Sebagai perbandingan, Bank Dunia mencatat rasio penerimaan Indonesia terhadap PDB itu jauh lebih rendah dari negara-negara berkembang lain di Asia Tenggara seperti Kamboja (15,2%), Filipina (16,7%), Malaysia (16,8%), Laos (18,2%), Vietnam (18,4%), Myanmar (20%), Thailand (21,3%), dan Timor Leste (40,8%).
"Pada level 12,7%, penerimaan negara Indonesia terhadap PDB pada 2024 menjadi yang terendah di antara negara pendapatan menengah lainnya," tulis laporan Bank Dunia tersebut, dikutip Senin (28/4/2025).
Bank Dunia memperkirakan penerimaan pajak yang hilang diperkirakan mencapai 6,4% dari PDB. Artinya, jika potensi penerimaan pajak tersebut tidak hilang rasio penerimaan negara Indonesia bisa mencapai 19,1%.
Oleh sebab itu, lembaga keuangan internasional yang bermarkas di Washington DC, AS itu menyarankan agar pemerintah Indonesia memaksimalkan potensi penerimaan pajak. Dengan demikian, ruang fiskal pemerintah semakin besar sehingga bisa mendanai berbagai program untuk capai visi Indonesia Emas 2045.
Baca Juga
Target Pemerintah
Pemerintah menyadari betul rendahnya rasio penerimaan negara tersebut. Sejak masa kampanye Pilpres 2024, Presiden Prabowo Subianto pun sudah menargetkan rasio pendapatan negara mencapai 23% terhadap PDB.
Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, menyatakan rasio pendapatan negara terhadap PDB Indonesia masih terlalu rendah. Hashim menjelaskan rasio tersebut tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga Indonesia.
"Nanti kita target 23%," jelas Hashim dalam acara CNBC Economic Outlook 2025 di Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).
Pendiri Arsari Group itu pun mengungkapkan Prabowo sudah memberi penugasan khusus kepada Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu untuk menaikkan penerimaan perpajakan.
Caranya, Hashim menjelaskan pemerintah ingin mengincar aktivitas ekonomi bayangan alias shadow economy. Dia mengutip temuan Bank Dunia yang memperkirakan ekonomi bayangan di Indonesia mencapai 25% sampai dengan 30% dari PDB.
Dengan demikian, dia meyakini jika pemerintah berhasil memajaki aktivitas ekonomi bayangan maka penerimaan negara bertambah drastis. Menurut perhitungannya, akan ada penambahan penerimaan negara paling tidak Rp900 triliun per tahun apabila pemerintah berhasil memajaki aktivitas ekonomi bayangan.
"Berarti apa? Kita tidak akan ada bujet defisit lagi. Kita akan bujet surplus, tapi kita harus melakukan dengan sebaik-baiknya," jelas elite Partai Gerindra itu.