Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Tri Wahyuni

Peneliti Institute for Population and National Security

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Pelajaran dari Tupperware

Generasi muda tumbuh dengan akses instan ke berbagai pilihan produk lewat internet.
Logo perusahaan Tupperware/Reuters/Sipa USA
Logo perusahaan Tupperware/Reuters/Sipa USA

Bisnis.com, JAKARTA - “Ayah, bunda, kakak dan adik. Jangan dihilangin lagi Tupperwarenya ya, gak ada gantinya lagi loh sekarang.” Begitulah pesan terakhir Tupperware melalui Instagram (11 April 2025) bersamaan dengan pernyataan undur diri setelah 33 tahun hadir di pasar Indonesia.

Di balik kisah kejatuhan Tupperware di Indonesia, ada cerita tentang bagaimana zaman yang terus bergerak dan gaya hidup yang berubah pelan-pelan menggoyahkan sebuah brand yang dulu begitu dekat di hati banyak orang. Saya masih ingat betapa serunya pesta Tupperware momen saat para ibu berkumpul, ngobrol hangat, dan melihat-lihat wadah-wadah berwarna cerah yang rasanya lebih dari sekadar tempat menyimpan makanan. Mereka adalah simbol kehangatan rumah, kenangan manis bareng keluarga dan teman. Tapi seiring waktu, cara kita belanja dan memakai barang pun ikut berubah dan perubahan itu datang lebih cepat dari yang dibayangkan.

Dulu, cara jualan lewat pesta-pesta kecil itu punya kekuatan tersendiri. Di sanalah terbangun hubungan yang hangat dan personal antara penjual dan pembeli. Suasana akrab, rasa kebersamaan, dan kepercayaan yang terjalin membuat Tupperware terasa seperti bagian penting dari rumah bukan sekadar wadah makanan, tapi juga simbol kebersamaan keluarga.

Namun, sekarang dunia sudah berubah. Teknologi melaju kencang, dan belanja online jadi bagian dari keseharian hampir semua orang. Generasi muda tumbuh dengan akses instan ke berbagai pilihan produk lewat internet. Mereka tak lagi tertarik meluangkan waktu untuk datang ke acara yang mereka anggap jadul, meskipun acara itu menyimpan nostalgia manis bagi orang tua mereka. Gaya hidup yang berubah inilah yang pelan tapi pasti mengguncang pondasi penjualan tradisional yang selama ini menjadi kekuatan utama Tupperware.

Bukan cuma perubahan perilaku konsumen yang jadi tantangan, tapi juga kondisi ekonomi yang makin tak menentu ikut memberi tekanan besar pada Tupperware. Harga bahan baku seperti resin plastik naik, ditambah ongkos produksi dan logistik yang melonjak karena inflasi semua itu bikin margin keuntungan makin menipis.

Bagi perusahaan yang selama ini terbiasa dengan model bisnis yang relatif stabil, melihat biaya operasional meroket sementara pendapatan terus turun rasanya seperti ditampar kenyataan. Dan di tengah kondisi itu, muncul banyak pesaing baru yang menawarkan produk sejenis lebih murah, lebih menarik, bahkan lebih ramah lingkungan. Wajar kalau banyak konsumen akhirnya mulai berpaling, mencoba hal baru yang dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan dan nilai hidup mereka sekarang.

Kisah Tupperware di Indonesia mengajarkan banyak hal. Yang pertama adalah tentang pentingnya beradaptasi dengan cepat. Jika dulu metode penjualan langsung melalui pesta dianggap efektif, sekarang kecepatan informasi dan kemudahan akses memaksa setiap perusahaan untuk mengubah strategi. Penggunaan platform digital dan media sosial harus benar-benar dimaksimalkan untuk menjangkau konsumen yang lebih muda. Pada era di mana kepraktisan dan efisiensi adalah kunci, perusahaan yang enggan berubah terpaksa harus menelan kenyataan pahit.

Pelajaran lain yang tak kalah penting adalah tentang memahami dinamika ekonomi yang senantiasa berubah. Kenaikan biaya produksi dan fluktuasi ekonomi global merupakan hal yang sering kali di luar kendali perusahaan, namun persiapan dan strategi yang matang dalam menghadapi situasi ini bisa menjadi pembeda antara bertahan atau terpuruk. Investasi dalam riset dan pengembangan serta diversifikasi produk menjadi kunci agar brand seperti Tupperware tidak hanya bergantung pada satu metode penjualan yang sudah tidak relevan lagi.

Dari sudut pandang masyarakat, kegagalan Tupperware juga memberi pelajaran bahwa kenangan dan tradisi memang sangat berharga, namun nilai sentimental tersebut harus diimbangi dengan inovasi yang sejalan dengan perkembangan zaman. Produk yang pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari harus mampu bertransformasi agar tetap memenuhi harapan konsumen masa kini. Hal ini bukan berarti kita harus melupakan masa lalu; justru, menjaga kenangan sambil menyambut era baru merupakan tantangan tersendiri bagi setiap brand yang ingin tetap eksis.

Pada akhirnya, kegagalan Tupperware di Indonesia bukan hanya tentang sebuah perusahaan yang gagal menjual produk, tetapi juga tentang bagaimana sebuah brand yang sudah menjalin hubungan emosional dengan jutaan orang gagal menyeimbangkan antara tradisi dan inovasi. Ada rasa sedih yang mendalam ketika melihat rak-rak dapur yang dulu penuh dengan warna-warni Tupperware kini mulai sepi, namun hal itu juga menjadi pengingat bahwa segala sesuatu memiliki musimnya masing-masing. Inilah saatnya bagi para pelaku usaha untuk belajar, untuk terus berinovasi, dan tidak pernah berhenti mendengarkan apa yang benar-benar diinginkan oleh konsumen.

Semua ini menyiratkan satu hal yang pasti: dalam dunia bisnis, perubahan adalah hal yang tak terelakkan. Adaptasi dan inovasi adalah kunci agar sebuah brand tidak hanya dikenang sebagai bagian dari masa lalu, tetapi juga mampu menciptakan masa depan yang relevan.

Tupperware, dengan segala kenangan manis yang melekat di benak banyak orang, menjadi pengingat bahwa sebuah brand harus terus bergerak dan berevolusi. Ia tidak bisa hanya menjadi saksi dari perjalanan waktu, tetapi perlu hadir sebagai pemain aktif yang siap menghadapi tantangan zaman. Karena seberapa berharganya pun tradisi dan nostalgia, tanpa kemampuan menyesuaikan diri dengan realitas pasar yang terus berubah, sebuah brand bisa kehilangan maknanya dalam kehidupan sehari-hari.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tri Wahyuni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper