Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Belasan Negara Bagian AS Gugat Kebijakan Tarif Global Trump

Belasan negara bagian Amerika Serikat (AS) menggugat kebijakan tarif global Presiden Donald Trump yang sangat besar ke pengadilan.
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Belasan negara bagian Amerika Serikat (AS) menggugat kebijakan tarif impor global Presiden Donald Trump yang sangat besar di dunia ke pengadilan.

Mereka menuduh kebijakan tersebut secara ilegal mengabaikan Kongres dengan mengeluarkan bea berdasarkan undang-undang ekonomi darurat.

Melansir Bloomberg pada Kamis (24/4/2025), gugatan tersebut diajukan pada Rabu (23/4/2025) waktu setempat di Pengadilan Perdagangan Internasional AS di Manhattan. Gugatan tersebut menyatakan bahwa Kongres tidak memberikan Trump kewenangan yang diperlukan untuk mengenakan tarif, dan bahwa kebijakan perdagangan nasional saat ini bergantung pada keinginan presiden daripada pelaksanaan kewenangannya yang sah.

"Trump telah menjungkirbalikkan tatanan konstitusional dan mendatangkan kekacauan pada ekonomi Amerika," kata kelompok tersebut, yang meliputi New York, Illinois, dan Arizona, dalam pengaduan tersebut.

Negara bagian lain dalam gugatan tersebut adalah Oregon, Colorado, Connecticut, New Mexico, Vermont, Nevada, Delaware, Minnesota, dan Maine.

Seorang juru bicara Gedung Putih mengkritik pejabat Demokrat yang mengajukan pengaduan karena memprioritaskan perburuan terhadap Presiden Trump daripada melindungi keselamatan dan kesejahteraan konstituen mereka.

Gugatan ini mengikuti beberapa gugatan lain — yang diajukan oleh California, pelaku usaha kecil, dan anggota suku Blackfeet Nation di Montana — yang semuanya menyampaikan klaim serupa.

Gugatan ini meminta perintah pengadilan untuk menghentikan tarif, termasuk pungutan di seluruh dunia yang dihentikan Trump pada tanggal 9 April. Negara-negara bagian menuduh tarif tersebut merupakan pajak besar-besaran terhadap konsumen Amerika.

"Presiden tidak memiliki kewenangan untuk menaikkan pajak sesuka hatinya, tetapi itulah yang dilakukan Presiden Trump dengan tarif ini," kata Jaksa Agung New York Letitia James dalam sebuah pernyataan. "Donald Trump berjanji akan menurunkan harga dan meringankan biaya hidup, tetapi tarif ilegal ini akan berdampak sebaliknya pada keluarga Amerika."

Gugatan tersebut ditujukan pada penggunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional oleh Trump, yang digunakan presiden untuk "tarif yang paling merusak," menurut gugatan tersebut.

Negara-negara bagian berpendapat bahwa undang-undang tersebut disahkan lima dekade lalu untuk mencegah presiden menyalahgunakan kewenangan darurat, dan bahwa undang-undang tersebut hanya dapat digunakan untuk menanggapi ancaman yang tidak biasa dan luar biasa.

Negara-negara bagian itu juga berpendapat bahwa defisit perdagangan dan masalah lain yang dikutip oleh Trump tidak memenuhi standar itu. Mereka menyebut persyaratan hukum tentang ancaman yang tidak biasa dan luar biasa tidak dipenuhi oleh deklarasi darurat presiden yang menyertai Perintah Tarif Seluruh Dunia.

"Seperti yang diakui oleh Perintah Tarif Seluruh Dunia, 'defisit perdagangan barang AS tahunan' bersifat terus-menerus; dengan demikian, menurut definisi, hal itu bukanlah yang tidak biasa dan luar biasa," jelasnya.

Gugatan itu muncul sehari setelah Trump mengurangi retorika tarifnya terhadap China, ekonomi terbesar kedua di dunia. Namun, pasar global masih gelisah, mengingat seberapa sering Trump mengubah arah dalam masalah tersebut


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper