Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Himperra Ungkap SLIK Masih Jadi Hambatan MBR Beli Rumah

Kementerian PKP akan memperluas kebijakan pembelian rumah subsidi maksimal penghasilan MBR sebesar Rp12 juta untuk lajang dan Rp14 juta untuk yang menikah.
Foto udara proyek pembangunan perumahan di kawasan Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025)/JIBI/Bisnis/Rachman
Foto udara proyek pembangunan perumahan di kawasan Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025)/JIBI/Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) mengungkapkan aturan kredit bagi calon konsumen yang memiliki kredit non lancar pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) masih menjadi hambatan dalam kepemilikan rumah. 

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himperra Ari Tri Priyono mengapresiasi upaya yang tengah diperjuangkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperjelas aturan kredit bagi calon konsumen yang memiliki kredit non lancar pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Pasalnya, selama ini SLIK masih menjadi salah satu hambatan terbesar masyarakat MBR untuk mendapatkan akses pembiayaan perumahan lewat perbankan. 

“Kenyataan di lapangan, teman-teman pengembang mendapatkan beberapa hambatan karena bank sulit menyetujui calon pembeli yang berstatus rendah di SLIK. Padahal dalam aturan OJK, tidak ada ketentuan yang melarang pemberian kredit/pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar. Kami ingin ada solusi dari masalah itu,” ujarnya dilansir Antara, Minggu (20/4/2025).

Dia menyambut baik rencana kebijakan Kementerian PKP untuk memperluas kebijakan maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp12 juta untuk lajang dan Rp14 juta untuk yang sudah menikah.

“Artinya kebijakan itu makin memperluas peluang MBR bisa mendapatkan rumah, mulai dari rentang pendapatan Rp3 juta – Rp14 juta. Kebijakan ini sangat baik. Jangan dibalik, hanya masyarakat yang bergaji Rp14 jt saja yang dapat beli rumah subsidi seperti di TikTok,” katanya. 

Ari mengusulkan ada skema baru untuk kelompok sasaran berpenghasilan di atas Rp8 juta hingga Rp14 juta agar bisa membeli rumah. Hal ini agar masyarakat yang selama ini ingin membeli rumah di atas Rp185 jt sampai dengan Rp400 jutaan bisa menikmati insentif bunga murah.

“Suku bunga KPR-nya bisa 2% hingga 3% di atas suku bunga KPR subsidi yang berlaku saat ini. Kami yakin banyak yang tertarik,” ucapnya. 

Dia meyakini konsumen milenial akan sangat tertarik selain angsuran terjangkau, cicilan flat, dan dapat rumah komersial yang secara lokasi, desain, dan kualitas lingkungan jauh lebih baik dari rumah subsidi. 

Ari mendukung himbauan pemerintah akan pembangunan perumahan subsidi yang berkualitas. Hal ini diwujudkan dengan membentuk sekolah Himperra dalam membina dan mendidik anggota untuk meningkatkan skil sehingga memiliki kualitas dan kapasitas dalam membangun rumah MBR. 

"Himperra juga secara khusus menunjuk bidang khusus yang menangani penjaminan mutu dan kualitas pembangunan rumah DPP Himperra. Ini semua dilakukan DPP untuk mendukung penuh program  pembangunan rumah berkualitas dari program 3 juta rumah program Presiden Prabowo," tutur Ari.

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menuturkan selain memperluas kelompok penerima subsidi sampai dengan yang berpenghasilan Rp14 juta, pemerintah juga akan meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sampai dengan dua kali lipat yaitu sebanyak 440.000 unit rumah sepanjang 2025. Di samping penyediaan pendanaan rumah komersil (harga rumah Rp400 juta) dengan kuota hingga 100.000 unit melalui mekanisme pasar.

“Untuk mendukung pembiayaan program 3 juta rumah, pemerintah dan BI menyiapkan dukungan likuiditasnya lewat peningkatan kuota FLPP hingga 440 ribu unit (bunga KPR 5% dan harga rumah Rp175 juta). Dengan proyeksi kebutuhan pendanaan sebesar Rp 56,6 triliun. Terdiri atas SBUM Rp1,8 triliun, FLPP Rp47 trilun dan SMF Rp7,9 triliun,” ujarnya. 

Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar berpendapat adanya penambahan kuota FLPP menjadi dua kali lipat tahun ini merupakan kesempatan yang baik bagi masyarakat pengembangan dan perbankan.

“Kami sambut baik kenaikan kuota tetapi teman teman pengembang juga harus terus meningkatkan kualitas pengembangannya, baik fisik bangunan maupun kenyamanan lingkungan. Jangan sampai peningkatan kuantitas tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas,” katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper