Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Jepang Melambat pada Maret 2025 Tertekan Tarif Trump

Ekspor Jepang melambat seiring dengan kebijakan tarif Trump yang mulai mengganggu perdagangan, dengan diberlakukannya pungutan tinggi pada baja dan aluminium.
Deretan mobil Subaru Corp. yang akan dikirim di salah satu pelabuhan di Yokohama, Jepang, 6 Februari 2025./Bloomberg-Toru Hanai
Deretan mobil Subaru Corp. yang akan dikirim di salah satu pelabuhan di Yokohama, Jepang, 6 Februari 2025./Bloomberg-Toru Hanai

Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor Jepang pada Maret 2025 melambat seiring dengan kebijakan tarif Donald Trump yang mulai mengganggu perdagangan. Kala itu, Trump memberlakukan pungutan tinggi pada baja dan aluminium yang masuk ke AS. 

Data Kementerian Keuangan Jepang yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (17/4/2025) mencatat, ekspor yang diukur berdasarkan nilai naik 3,9% secara year on year (yoy) pada Maret yang dipimpin oleh mobil dan mesin pembuat chip. Ekspor gagal mencapai estimasi median kenaikan sebesar 4,4%. 

Sementara itu, impor naik 2% yang dipimpin oleh barang-barang medis, dibandingkan dengan estimasi median kenaikan sebesar 3,1%. Selanjutnya, neraca perdagangan Jepang tetap positif, dengan surplus sebesar ¥544,1 miliar ($3,8 miliar).

Surplus perdagangan, dengan keuntungan berkelanjutan dalam ekspor, memberikan dorongan bagi ekonomi Jepang sementara konsumsi domestik tetap tertekan karena inflasi yang terus-menerus. Namun, prospeknya tampak semakin tidak pasti karena Trump memperdalam kampanye tarifnya, yang mendorong negara-negara seperti China untuk membalas.

"Ada juga laporan tentang Jaguar dan Audi yang menghentikan ekspor ke AS. Perusahaan-perusahaan Jepang mungkin juga akan membatasi pengiriman ke AS di masa mendatang," kata Takafumi Fujita, ekonom di Meiji Yasuda Research Institute, dikutip dari Bloomberg pada Kamis (17/4/2025) 

Surplus perdagangan Jepang dengan AS mencapai ¥847 miliar pada bulan Maret, meningkat selama tiga bulan berturut-turut. Trump bermaksud untuk menghapus kesenjangan tersebut, dengan menggunakan tarif sebagai alat negosiasi. Pada bulan Maret, pungutan AS sebesar 25% atas impor baja dan aluminium mulai berlaku, diikuti oleh bea masuk dengan tarif yang sama atas mobil pada awal April.

Perwakilan dagang utama Jepang Ryosei Akazawa memulai negosiasi tarif formal dengan mitranya dari AS Scott Bessent dan yang lainnya pada Rabu, dan terus berupaya mendapatkan penangguhan pungutan. 

Trump juga bergabung dalam pertemuan pertama dengan delegasi Jepang setelah ia menangguhkan tarif menyeluruh sebesar 24% terhadap Jepang selama tiga bulan. AS masih memukul sekutu Asia tersebut dengan pungutan dasar sebesar 10%.

Kebijakan tarif Trump memukul sekutu dan musuh Washington dan berisiko menyebabkan gangguan besar dalam arus barang di seluruh dunia. Pengiriman Jepang ke AS naik 3,1% berdasarkan nilai pada bulan Maret, melambat dari pertumbuhan 10,5% pada bulan Februari. 

Pengiriman ke China, yang telah membalas tindakan AS, turun 4,8%, sementara ekspor ke Eropa, yang juga membalas Washington, turun 1,1%. Jepang telah mengindikasikan tidak akan mengambil tindakan pembalasan.

"Sejak April, ekspor mobil Jepang ke AS diperkirakan akan menurun, yang bisa menjadi faktor negatif," kata Fujita dari Meiji Yasuda. 

Pada saat yang sama, pemerintah AS memasukkan nilai tukar ke dalam negosiasi perdagangan. Jika yen terus menguat, nilai impor kemungkinan akan menurun, sehingga sebagian mengimbangi dampak negatifnya.

Sementara itu, nilai yen terhadap dolar AS rata-rata berada pada level 149,55 pada bulan Maret, 0,1% lebih lemah dari tahun sebelumnya, menurut Kementerian Keuangan Jepang. 

Bessent telah mengindikasikan bahwa pembicaraan perdagangan kemungkinan akan mencakup valuta asing, tetapi Akazawa mengatakan bahwa mata uang tidak dibahas dalam pembicaraan hari Rabu. Trump telah lama mengkritik Jepang karena memperoleh keuntungan perdagangan dengan yen yang lebih lemah.

Perlambatan ekspor kemungkinan mencerminkan, sebagian, sikap hati-hati para pelaku bisnis di tengah ketidakpastian global. Itu merupakan tanda yang mengkhawatirkan bagi ekonomi terbesar keempat di dunia, di mana permintaan eksternal telah memainkan peran utama. 

Ekonomi Jepang membukukan pertumbuhan moderat pada kuartal terakhir 2024, meskipun belanja konsumen tetap stagnan. Dengan meningkatnya kerapuhan di pasar luar negeri, para ekonom sebagian besar memperkirakan pertumbuhan melambat secara signifikan dalam tiga bulan yang berakhir pada bulan Maret.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper