Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Taiwan Lai Ching-te menyatakan kesiapan negaranya untuk membuka pembicaraan dagang dengan Amerika Serikat dengan tawaran nol tarif.
Alih-alih membalas kebijakan tarif AS dengan langkah serupa, Lai memilih jalur damai dengan menghapus hambatan dagang demi memperkuat hubungan ekonomi dan meningkatkan investasi Taiwan di negeri Paman Sam.
Langkah ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor secara luas, termasuk bagi Taiwan yang saat ini menikmati surplus perdagangan besar dengan AS dan menghadapi tarif hingga 32% atas produknya.
Namun, ekspor andalan Taiwan yakni semikonduktor tidak termasuk dalam daftar kenaikan tarif tersebut.
Dalam rekaman video usai pertemuan dengan pelaku usaha kecil dan menengah, Lai mengakui bahwa perekonomian Taiwan sangat bergantung pada perdagangan dan akan terpukul oleh kebijakan tarif baru.
“Negosiasi tarif dapat dimulai dengan 'tarif nol' antara Taiwan dan Amerika Serikat, dengan mengacu pada perjanjian perdagangan bebas AS-Kanada-Meksiko,” kata Lai seperti dikutip Reuters, Senin (7/4/2025).
Baca Juga
Lai menegaskan selama investasi perusahaan Taiwan di AS tetap menguntungkan, komitmen negaranya tidak akan berubah. Salah satu komitmen tersebut datang dari raksasa chip TSMC, yang bulan lalu mengumumkan tambahan investasi senilai US$100 miliar di Amerika.
Lebih jauh, Lai mengungkapkan bahwa sektor-sektor strategis lain dari elektronik, komunikasi, petrokimia hingga gas alam juga akan memperluas investasi dan memperdalam kolaborasi industri Taiwan-AS.
Sementara itu, pemerintah sedang mempertimbangkan pembelian besar-besaran dari AS, termasuk produk pertanian, industri, dan energi. Kementerian pertahanan pun telah menyusun rencana pengadaan persenjataan.
Lai menekankan pentingnya menghapus hambatan dagang non-tarif yang selama ini menjadi sorotan Washington, agar negosiasi perdagangan bisa berjalan mulus. Ia juga mengingatkan bahwa AS tetap menjadi mitra internasional paling vital bagi Taiwan—terutama dalam hal dukungan militer, meski tanpa hubungan diplomatik resmi.
Dalam konteks geopolitik yang memanas, Taiwan menghadapi tekanan militer dan diplomatik dari China yang tetap mengklaim pulau ini sebagai bagian dari wilayahnya. Hanya beberapa jam sebelum Trump mengumumkan tarif baru, China mengakhiri latihan militernya di sekitar Taiwan.
Namun di tengah bayang-bayang krisis, Lai mengajak rakyatnya untuk tidak gentar.
“Taiwan telah melalui berbagai krisis besar di masa lalu dan selalu keluar lebih kuat. Kita tak hanya mampu bertahan, tapi juga mengubah krisis menjadi peluang untuk menciptakan ekonomi yang lebih tangguh,” tegasnya.