Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Soependi

Statistisi Ahli Madya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jakarta Pusat

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Mengoptimalkan Surplus Dagang di Era Ketidakpastian Global

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Februari 2025 surplus US$3,12 miliar.
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah ketidak-pastian ekonomi global dan berbagai tantangan, Indonesia menunjukkan sinyal positif dari sektor perdagangan.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Februari 2025 surplus US$3,12 miliar. Surplus ini didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas, seperti minyak sawit, batu bara, besi baja; serta penurunan impor barang-barang konsumsi.

Indonesia memiliki pondasi kuat untuk terus berkembang. Lewat pemantauan cermat dan strategi tepat, momentum positif ini bisa dimanfaatkan untuk mendo-rong pertumbuhan ekonomi lebih berkelanjutan.

Ekspor Indonesia pada Februari 2025 sebesar US$21,98 miliar, naik 2,58% dibandingkan bulan sebelumnya, terutama didorong oleh industri pengolahan. Impor senilai US$18,86 miliar, naik 5,18% dibandingkan Januari 2025.

Namun, impor barang konsumsi menurun. Penurunan tersebut mengindikasikan daya beli masyarakat melemah senafas dengan kondisi deflasi bahan makanan. Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan perlambatan belanja masyarakat menjelang Ramadan.

Di sisi lain, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan karena IHSG turun lebih dari 5%. Hal ini dipicu oleh sentimen negatif dari dalam negeri, seperti defisit APBN dan penurunan penerimaan pajak; serta kekhawatiran pelaku pasar atas kebijakan kenaikan tarif Presiden AS dan ketegangan geopolitik. Namun, kinerja neraca dagang membaik berkat ekspor komoditas nonmigas yang surplus US$4,84 miliar.

Komoditas penyumbang utamanya adalah lemak dan minyak nabati (terutama minyak sawit), bahan bakar mineral (terutama batu bara), serta besi dan baja. Ekspor industri pengolahan mengalami peningkatan signifikan.

Ekspor minyak sawit (CPO dan turunannya) melejit 58,35% month to month (MtM). Pencapaian surplus neraca perdagangan menunjukkan stabilitas ekonomi Indonesia, serta kemampuan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global yang ada.

Secara keseluruhan, kom-binasi dari peningkatan nilai ekspor nonmigas dan penurunan impor barang konsumsi berkolaborasi untuk menjaga surplus neraca perdagangan Indonesia tetap positif pada bulan tersebut.Peningkatan ekspor dapat memperkuat nilai tukar rupiah dan memperkuat stabilitas ekonomi.

Lalu ditopang dengan peningkatan produksi emas, yang mencapai 70 ton per tahun itu pun dapat meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap PDB Indonesia. Sektor pertambangan dapat menarik investor asing dan domestik. Produksi emas yang kuat dapat berfungsi sebagai penyangga bagi ketidakpastian ekonomi dan fluktuasi harga komoditas lainnya.

Emas sering diang-gap sebagai safe haven yang dapat melindungi nilai aset di saat ketidakpastian.Indonesia diyakini akan terus mempertahankan surplus neraca perdagangan dalam jangka menengah, berkat meningkatnya per-mintaan untuk komoditas nonmigas, khususnya lemak dan minyak nabati serta bahan bakar mineral.

Strategi peningkatan ekspor yang diimplementasikan oleh pemerintah diharapkan dapat mempertahankan tren ini. Sementara itu, dengan peningkatan produksi emas dan potensi sektor pertambangan lainnya, Indonesia dapat lebih banyak mendiversifikasi sumber pendapatan negara.

Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas tertentu. Mengingat ketidakpastian kebijakan perdagangan global, terutama dari negara seperti AS, Indonesia mungkin akan menghadapi tantangan dalam bentuk tarif atau hambatan perdagangan yang baru. Pemerintah diha-rapkan akan menyusun kebijakan yang responsif untuk menyikapi dinamika ini.

Dengan adanya deflasi yang terjadi pada beberapa komoditas, inflasi diproyeksikan dapat tetap terkendali dalam jangka pendek. Namun, jika terjadi tekanan dari harga komoditas atau kebijakan ekonomi domestik, daya beli masyarakat mung-kin akan terpengaruh, yang bisa memicu dampak negatif terhadap konsumsi.

Sementara jika tren penurunan impor barang konsum-si berlanjut, penurunan per-mintaan domestik itu dapat merugikan sektor-sektor ter-tentu dalam ekonomi, seperti ritel dan manufaktur.

Oleh karena itu, pembuat kebijakan perlu bekerja untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan konsumsi domestik. Dengan strategi yang tepat untuk mempromosikan produk Indonesia di pasar inter-nasional serta menanggapi isu-isu global, investasi asing di sektor-sektor strategis, teruta-ma pertambangan dan industri pengolahan, itu pun diproyek-sikan dapat meningkat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Soependi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper