Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu Kejar 2.000 Wajib Pajak, Pakar Ingatkan Risiko Sengketa

Pakar menyambut baik strategi Kemenkeu untuk mengejar 2.000 wajib pajak nakal, namun mengingatkan adanya risiko sengketa pajak.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Pakar menyambut baik strategi Kementerian Keuangan alias Kemenkeu untuk mengejar setidaknya 2.000 wajib pajak nakal, sembari mengingatkan risiko sengketa pajak.

Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Prianto Budi Saptono menilai merupakan suatu kewajaran apabila pemerintah melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak. Bagaimanapun, penerimaan pajak turun drastis pada awal tahun.

Kemenkeu melaporkan penerimaan pajak mencapai Rp187,8 triliun per Februari 2025. Angka tersebut turun 30,2% secara tahunan (year on year/YoY) atau dibandingkan realisasi pajak Februari 2024 senilai Rp269,02 triliun.

Kemenkeu pun berencana melaksanakan program bersama (joint program) antar direktorat jenderal yang ada di Kemenkeu. Prianto menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memang memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan seperti yang diatur dalam UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Menurutnya, Pasal 29 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/2025 mengatur bahwa Ditjen Pajak berhak melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pajak dan tujuan lainnya.

"Cara demikian dapat diimplementasikan bareng-bareng dengan audit kepabeanan oleh Ditjen Bea & Cukai atau Bapenda (Badan Penerimaan Daerah) di setiap pemerintahan provinsi atau kota/kabupaten. Implementasinya tergantung pada urgensi dan faktor efisiensi," jelas Prianto kepada Bisnis, Senin (17/3/2025).

Selain itu, sambungnya, Pasal 35A UU KUP dan SE-05/2022 menegaskan Ditjen Pajak mempunyai kewenangan melakukan pengawasan kepatuhan material dengan pendekatan pencocokan data. Caranya, data dari Wajib Pajak di SPT dan lampirannya disandingkan dengan data dari berbagai instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, atau pihak lainnya (ILAP).

Bahkan, Prianto mengungkapkan Ditjen Pajak berwenang melakukan penagihan pajak sesuai UU No. 19/2000. Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal di Universitas Indonesia itu menjelaskan Instrumen pendukung untuk pengasihan pajak tersebut bisa melalui soft collection hingga hard collection berupa penyitaan atau bahkan penyanderaan di Rutan. 

"Strategi di atas diyakini dapat menambah penerimaan pajak secara signifikan," ujar Prianto.

Kendati demikian, direktur eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute itu mengingatkan bahwa terdapat risiko dari penerapan strategi tersebut. Dia meyakini sangat mungkin timbul ketidaksetujuan dari wajib pajak yang menjadi target.

"Sehingga berujung pada sengketa pajak hingga ke pengadilan pajak dan mahkamah agung," tutup Prianto.

Strategi Kemenkeu

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa pihaknya telah mengindentifikasi setidaknya 2.000 wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Para Eselon I Kemenkeu, sambungnya, akan melaksanakan joint program untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut.

"Ada lebih dari 2.000 WP [wajib pajak] yang kita identifikasi dan kita akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara," ujar Anggito dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (15/3/2025).

Tak hanya itu, pengajar di Universitas Gadjah Mada itu mengungkapkan Kemenkeu akan melakukan optimalisasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track alias pelacakan dan penelusuran.

Kemudian, Kemenkeu akan melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan. Sejalan dengan itu, cukai maupun rokok palsu dan salah peruntukan bisa dikurangi.

Anggito juga mengungkapkan Kemenkeu berupaya mengintensifkan penerimaan negara yang berasal dari batu bara, timah, bauksit, dan sawit. 

"Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering serta perubahan harga batu bara acuan," ungkapnya.

Terakhir, Kemenkeu akan mengintensifkan penerimaan negara bukan (PNBP) yang bersifat layanan premium atau untuk menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper