Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai program makan bergizi gratis (MBG) yang diusung Presiden Prabowo Subianto berpeluang menurunkan perilaku pemborosan pangan. Pemerintah hadir dalam mengatur porsi makan masyarakat.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan bahwa dalam program MBG, takaran makan seseorang sudah ditentukan.
Menurutnya, hal ini memungkinkan mencegah seseorang mengambil makanan melebihi porsi dan tidak habis, sehingga dibuang dan terjadi pemborosan.
Namun, Khudori menyebut bahwa dampak dari penurunan perilaku pemborosan pangan ini tergantung dari realisasi program MBG. Meski begitu, menurutnya, MBG memiliki kontribusi untuk menurunkan pemborosan pangan.
“Tentu MBG punya kontribusi menurunkan pemborosan pangan,” ujar Khudori kepada Bisnis, dikutip pada Senin (17/3/2025).
Di sisi lain, lanjut dia, pemborosan pangan sudah ditanggulangi oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Misalnya, ritel modern bekerja sama dengan foodbank atau penjual makanan di sebuah mal atau kawasan bekerja sama dengan foodbank.
Baca Juga
“Barang-barang yang hampir kadaluarsa atau makanan tak habis terjual bisa dimanfaatkan foodbank untuk disalurkan ke yang memerlukan, baik diolah dulu atau tidak,” tuturnya.
Namun, menurutnya, sejumlah upaya ini belum dilakukan secara masih. Untuk itu, dia menilai perlu ada regulasi yang mengikat semua pihak untuk menjadikan ini sebagai gerakan bersama.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut perilaku pemborosan pangan bisa mengancam ketahanan pangan nasional.
Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas Nita Yulianis menuturkan bahwa upaya menurunkan pemborosan pangan menjadi tantangan bagi Indonesia. Pasalnya, kata dia, dampak dari pemborosan pangan bersifat multiaspek.
Nita menjelaskan bahwa pemborosan pangan tidak hanya berdampak pada lingkungan, melainkan juga berimbas pada ekonomi dan ketahanan pangan nasional. Untuk itu, menurutnya, upaya untuk menurunkan perilaku pemborosan pangan menjadi perhatian semua pihak.
“Berbagai riset baik skala global maupun nasional menunjukkan bahwa perilaku pemborosan pangan berdampak buruk pada ketahanan pangan kita, bahkan juga pada lingkungan dan ekonomi,” kata Nita dalam keterangan tertulis, dikutip pada Minggu (16/3/2025).
Nita menilai generasi muda, khususnya Milenial dan Gen Z, memiliki peran penting dalam menciptakan kebiasaan konsumsi yang lebih bertanggung jawab untuk menurunkan angka pemborosan pangan.
Lebih lanjut, Nita menyampaikan bahwa Bapanas berkomitmen untuk menyelamatkan pangan melalui dua pendekatan utama. Rinciannya, mencegah pemborosan pangan melalui penetapan kebijakan dan sosialisasi/promosi/advokasi, serta fasilitasi aksi penyelamatan pangan berkolaborasi dengan mitra donatur dan bank pangan/penggiat penyelamatan pangan.
Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) pada 2011, secara global sepertiga dari pangan yang diproduksi atau 1,3 miliar ton pangan terbuang.
Bahkan, di Indonesia, data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada 2021 mencatat timbulan susut dan sisa pangan (SSP) mencapai 23–48 juta ton per tahun. Angkanya setara dengan 115–184 kilogram per kapita per tahun.
Mengacu data tersebut, jika pangan tersebut diselamatkan dapat memberi makan 61–125 juta orang, atau 29–47% dari total populasi Indonesia. Serta, dampak terhadap lingkungan berkontribusi terhadap 7,29% emisi gas rumah kaca. Selain itu, secara ekonomi, kehilangan pangan ini diperkirakan mencapai Rp213–551 triliun per tahun.
Teranyar, selama 2024, sekitar 1.298,7 ton pangan terselamatkan dan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui kolaborasi dengan berbagai penggiat pangan.