Bisnis.com, JAKARTA — Belum kunjung terbitnya data terbaru APBN, seperti penerimaan pajak, belanja negara, utang, dan pembiayaan menjadi sorotan banyak pihak. Kementerian Keuangan pun buka suara, dengan menyebut data APBN KiTa Januari 2025 akan rilis pekan depan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro menyampaikan bahwa rencananya, rilis data fiskal terbaru akan berlangsung pada pekan depan.
“InsyaAllah [rilis APBN KiTa] minggu depan. Tunggu saja, ya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).
Data itu menjadi sorotan banyak pihak, baik investor, para ekonom, maupun masyarakat luas. Penyebabnya, rilis APBN KiTa mundur dari jadwal biasanya, yakni rutin setiap bulan.
Misalnya, dalam APBN KiTa edisi Desember 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi APBN pada November 2024 atau sebulan sebelumnya.
Kini, publik belum mendapatkan laporan penggunaan APBN per Januari 2025, yang mestinya disampaikan pada Februari 2025. Laporan itu belum muncul di situs resmi Kemenkeu maupun disampaikan dalam konferensi pers.
Baca Juga
Memang Sri Mulyani sempat ‘merapel’ konferensi pers atau pemaparan data APBN KiTa. Pada Oktober 2024, usai pembentukan kabinet baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dirinya juga absen atau tidak menggelar konferensi pers.
Baru pada bulan berikutnya atau November 2024, dirinya menyampaikan realisasi untuk dua bulan, yakni September dan Oktober 2024.
Meskipun demikian, kala itu pemerintah tetap menerbitkan Buku APBN KiTa edisi Oktober 2024 yang berisi realisasi September 2024.
Kenapa Publikasi APBN KiTa Harus Rutin Terselenggara?
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menuturkan publikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) berguna untuk memantau postur fiskal secara berkala.
“Ini cukup penting, apakah di bawah target, di atas target, ini menjadi acuan kita untuk melihat kondisi fiskal dan perekonomian terkini,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).
Dengan tidak adanya publikasi dalam dua bulan terakhir, Riefky berpandangan bahwa hal tersebut justru menurunkan aspek transparansi yang ada.
Terlebih, para investor yang menempatkan uangnya di Surat Utang Negara (SUN) juga perlu mengetahui dan melakukan penilaian atau evaluasi terhadap kondisi perekonomian Tanah Air saat ini.
Riefky berpandangan bahwa tanpa adanya transparansi dan keterbukaan publik dari APBN KiTa, maka investor hanya dapat berspekulasi dengan realisasi seadanya.
“Jadi ada informasi asimetri dan itu berdampak negatif baik untuk capital flow maupun sentimen investor,” lanjutnya.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai bahwa publikasi APBN KiTa secara rutin penting demi menjaga kepercayaan publik dan kredibilitas ekonomi.
Achmad menelisik, jika sekadar faktor teknis yang menyebabkan keterlambatan, mengapa hingga kini belum ada kejelasan terkait kapan laporan tersebut akan dipublikasikan?
“Kemungkinan lain yang patut dicermati adalah kondisi penerimaan negara yang tidak sesuai target,” ujarnya, Jumat (7/3/2025).
(Surya Dua Artha Simanjuntak, Wibi Pangestu Pratama)