Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Xi Jinping Siap Umumkan Paket Stimulus China saat Perang Dagang Bergejolak

Presiden China Xi Jinping akan mengumumkan stimulus ekonomi dalam pertemuan politik terpenting tahun ini saat ekonomi mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Presiden China Xi Jinping menyampaikan pesan Tahun Baru melalui China Media Group dan Internet pada Minggu malam (31/12/2023) di Beijing untuk menyambut Tahun Baru 2024. Dok Xinhuan
Presiden China Xi Jinping menyampaikan pesan Tahun Baru melalui China Media Group dan Internet pada Minggu malam (31/12/2023) di Beijing untuk menyambut Tahun Baru 2024. Dok Xinhuan

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden China Xi Jinping diproyeksi mengumumkan stimulus ekonomi dalam pertemuan politik terpenting tahun ini dengan ekonomi yang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Namun, kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump akan menjadi ujian besar bagi Beijing dalam mempertahankan momentum tersebut.

Melansir Bloomberg, Senin (3/3/2025), reli saham yang terjadi menjelang Kongres Rakyat Nasional (NPC) didorong oleh kemajuan dalam teknologi kecerdasan buatan serta kebijakan Xi yang lebih terbuka terhadap sektor swasta, termasuk dukungan terhadap Jack Ma dari Alibaba.

Namun, sentimen positif ini mulai tergerus setelah Trump mengumumkan kenaikan tarif impor sebesar 10%, yang akan berlaku tepat sehari sebelum Perdana Menteri Li Qiang mempresentasikan kebijakan ekonomi China untuk tahun ini.

Pada Rabu pekan ini, ribuan delegasi, termasuk pejabat kementerian dan gubernur provinsi, akan berkumpul di Beijing untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi ambisius, yang diperkirakan mencapai 5% menurut mayoritas analis yang disurvei Bloomberg.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah diperkirakan akan menaikkan defisit anggaran ke level tertinggi dalam lebih dari 30 tahun, dengan menyuntikkan dana triliunan yuan ke dalam perekonomian yang tengah berjuang melawan deflasi, krisis properti, serta dampak perang dagang dengan AS.

Setelah hampir dua bulan sejak Trump kembali ke Gedung Putih, ketegangan China dan AS terus meningkat, sehingga memaksa Partai Komunis China untuk mempercepat upaya mendorong konsumsi domestik. Tidak seperti tahun lalu, China tidak bisa lagi mengandalkan lonjakan ekspor, sehingga strategi utama pemerintah kini berfokus pada peningkatan belanja dalam negeri.

Profesor ekonomi Universitas Peking Yao Yang memperkirakan kebijakan ekonomi China akan mengalami perubahan besar tahun ini. Namun, dirinya mengungkapkan ada dua kekhawatiran utama yang mengintai.

“Pertama, stimulus fiskal yang diberikan mungkin tidak cukup besar, terutama mengingat besarnya utang pemerintah daerah. Kedua, jika negosiasi dengan AS gagal, kemungkinan besar AS akan menaikkan tarif lebih lanjut, yang dapat memperburuk perang dagang dan menghambat pertumbuhan,” ungkapnya.

Ekonom Asia di Bloomberg Economics Chang Su mengatakan perang dagang akan menjadi agenda utama dalam pertemuan tertutup di NPC. Dengan tarif terbaru yang mendarat hanya satu hari sebelum NPC dibuka, sikap anggaran China sepertinya tidak akan segera berubah.

”Namun dengan tekanan eksternal yang meningkat, para pembuat kebijakan dapat mempercepat pemberian stimulu,” ungkap Shu.

Untuk mempertahankan target pertumbuhan, China perlu meningkatkan belanja fiskal secara signifikan, terutama karena kebijakan tarif AS dapat menghambat ekspor.

Analis Nomura Holdings Inc. Lu Ting memprediksi pertumbuhan ekspor China akan melambat setelah mencatat kenaikan hampir 6% pada 2024.

Situasi ini menuntut pemerintah untuk memperbesar investasi serta mendorong konsumsi rumah tangga dan dunia usaha guna menjaga stabilitas ekonomi. Salah satu indikator utama yang akan mencerminkan skala stimulus tahun ini adalah peningkatan defisit anggaran pemerintah.

Menurut survei Bloomberg, pemerintah China diperkirakan akan menaikkan target defisit anggaran resmi menjadi sekitar 4% dari PDB, naik dari 3% pada 2024. Sementara itu, defisit yang diperluas—indikator yang lebih luas mengenai kesenjangan fiskal—diperkirakan mencapai sekitar 12 triliun yuan.

Jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 5%, yang menurut para analis memerlukan tambahan belanja sebesar 3-4 triliun yuan.

Paket stimulus yang diprediksi oleh ekonom dalam survei Bloomberg mencakup penerbitan obligasi khusus pemerintah pusat senilai 2 triliun yuan, dua kali lipat dari tahun lalu, serta hingga 4 triliun yuan obligasi khusus pemerintah daerah. Angka ini belum mencakup utang yang digunakan untuk menutup defisit tersembunyi dalam sistem keuangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper