Bisnis.com, JAKARTA – Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) mengusulkan agar kuota haji khusus tidak dibatasi maksimal 8% dari kuota haji Indonesia. Perubahan tersebut diharapkan dapat diakomodir dalam draft revisi undang-undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sapuhi Ihsan Fauzi Rahman menyampaikan, pelaku usaha mengharapkan adanya perubahan kuota haji khusus, dari semula maksimal 8% dari kuota haji Indonesia menjadi minimal 8%.
“Berkaitan dengan haji khusus, harapan dari kami mudah-mudahan kuotanya tidak maksimal 8%, tapi menjadi minimal untuk nomenklaturnya,” kata Ihsan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VIII DPR RI, di Kompleks Parlemen, dikutip Selasa (18/2/2025).
Usulan itu bukan tanpa alasan. Ihsan menuturkan, sebanyak 744 travel haji baru bisa memberangkatkan calon jemaah haji yang mendaftar hari ini pada 2033.
Saat ini, kata dia, sudah ada 130.000 orang yang mengantre haji khusus sehingga kemungkinan baru dapat melaksanakan ibadah haji di 2033, jika mengikuti aturan yang berlaku saat ini.
Kondisi ini dinilai membuat banyak travel haji dan umrah kesulitan dalam menjalankan operasional.
Baca Juga
“Jadi harapan kami mengenai haji khusus ini, pertama diatur fleksibilitas kuotanya 8% menjadi lebih besar,” ujarnya.
Sebagai informasi, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari kuota haji Indonesia. Kuota tersebut terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus. Pengisian kuota haji khusus dilakukan berdasarkan urutan pendaftaran secara nasional.
Kebijakan itu diatur dalam Undang-undang No.8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. “Kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari kuota haji Indonesia,” demikian bunyi ayat (2) Pasal 64 beleid itu, dikutip Selasa (18/2/2025).
Adapun Komisi VIII DPR RI mulai menggelar rapat pembahasan revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. RUU ini sudah masuk dalam program legislasi nasional atau prolegnas 2025.