Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Bright Institute Dorong Insentif Pajak Dikurangi dalam APBN 2025

Pakar dari Ekonom Bright Institute menilai insentif pajak yang diberikan dalam APBN 2025 sebesar Rp445,5 triliun terlalu besar dan dapat dikurangi sepertiganya.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menyampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa dalam optimalisasi penerimaan 2025 dapat dilakukan dengan peninjauan ulang terhadap belanja perpajakan yang tahun ini direncanakan mencapai Rp445,5 triliun.

Dikutip dari laman resmi Dirjen Pajak, belanja perpajakan adalah transfer yang diberikan kepada publik bukan melalui bantuan atau belanja langsung, namun melalui pengurangan kewajiban pajak dengan mengacu pada standar perpajakan yang berlaku. Harapannya, keringanan pajak melalui insentif tersebut dapat mendorong produktivitas sektor terkait dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XI untuk membahas kebijakan penerimaan perpajakan terhadap APBN, Rabu (12/2/2025), menilai target belanja perpajakan tersebut terlalu besar. 

"Belanja perpajakan, mohon dirinci, Pak. Rp445,5 triliun itu apa tidak kebanyakan? Saya usul Rp300 triliun," ujarnya.

Awalil memandang belanja perpajakan sebagai salah satu aspek yang dapat disisir untuk memastikan nilainya serta kesesuaiannya dengan tujuan pemberian insentif tersebut. Menurutnya, jika belanja perpajakan dapat dikurangi dengan tepat, terdapat potensi kenaikan penerimaan perpajakan.

Meski demikian, Awalil masih menelisik lebih rinci potensi penerimaan yang dapat diperoleh dari pengurangan belanja perpajakan.

Ia menyampaikan bahwa penelisikan lebih cermat atas masing-masing item memungkinkan adanya pengurangan total, meskipun beberapa item berpotensi bertambah.

Namun, ia mempertanyakan kepada pemerintah maupun DPR mengenai keberadaan kajian manfaat belanja perpajakan dan dampaknya terhadap ekonomi.

"Adakah kajian tentang manfaat belanja perpajakan selama ini atau kesesuaiannya dengan tujuan kebijakan?" tanyanya.

Berdasarkan Laporan Belanja Perpajakan 2023, pemerintah paling banyak memberikan insentif pajak kepada sektor industri pengolahan senilai Rp91,7 triliun. Estimasi 2024 dan 2025 masing-masing diperkirakan senilai Rp107,7 triliun dan Rp122,3 triliun.

Secara historis, belanja perpajakan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada 2020, tercatat senilai Rp246,1 triliun. Kemudian, pada masa pandemi Covid-19 tahun 2021, meningkat menjadi Rp314,6 triliun.

Pada 2022, belanja perpajakan semakin meningkat ke angka Rp341,1 triliun dan terealisasi sebesar Rp362,5 triliun pada 2023. Sementara itu, pada 2024 diproyeksikan mencapai Rp399,9 triliun.

Adapun, pemerintah membutuhkan penerimaan negara dalam APBN 2025 senilai Rp3.005,1 triliun, yang sebagian besar bersumber dari perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun, terdiri atas penerimaan pajak senilai Rp2.189,3 triliun dan penerimaan kepabeanan serta cukai senilai Rp301,6 triliun.

Sementara itu, kebutuhan belanja pemerintah mencapai Rp3.621,3 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp2.701,4 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp919,9 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper