Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap pihaknya masih menahan rencana ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura hingga mendapat kepastian akan keuntungan yang didapatkan Indonesia.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pihaknya telah bertemu dengan salah satu Menteri di Singapura dan memberikan syarat agar listrik hijau dari Kepulauan Riau dapat dialirkan ke negara tersebut.
"Jadi aku bilang sama dia [Menteri Singapura] begini, aku kirim kamu, oke, energi baru terbarukan dari Riau, Kepri, dia juga minta untuk CCS [carbon capture storage], supaya menangkap carbon capture dari industri Riau, oke, saya setuju juga. Tapi saya mau tanya, kamu kasih Indonesia apa?" kata Bahlil, Selasa (11/2/2025).
Bahlil menuturkan bahwa Indonesia akan mendukung dan terbuka untuk melakukan kerja sama dengan pihak manapun, asalkan dapat terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, dia pun menantikan tawaran menarik dari Singapura untuk Indonesia.
"Jangan kamu minta aja terus kamu gak pernah kasih tau, apa kamu kasih kita. Jadi jangan dibangun persepsi, bahwa seolah-olah gak kita dukung, bukan hanya dukung, gendong ini Singapura, kita gendong dia. Cuman pada saat kita gendong, kita belum lihat gelagatnya, untuk dia juga mengendong kita," tuturnya.
Baca Juga
Di samping itu, Bahlil juga mengaku telah mendapat desakan dari Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo untuk segera memberikan izin ekspor listrik bersih ke Singapura karena akan membawa keuntungan besar bagi Indonesia.
"Saya bilang, Pak Darmo, membangun negara ini tidak hanya berbicara tentang bisnis. Kedaulatan dan maruah negara merah putih, juga harus kita pegang, supaya negara lain juga memperhitungkan kita bagian yang harus kita win-win," jelasnya.
Terkait tenggat waktu ekspor listrik bersih dilakukan, Bahlil menyebut bahwa keputusan pemerintah akan tergantung pada proposal atau penawaran dari Singapura untuk Indonesia.
"Ya tergantung Bapak. Kalau Bapak sudah ada proposal untuk kasih apa Indonesia, kita akan cepat juga. Tapi jangan Bapak tanya terus tentang apa yang Bapak minta. Kita maunya fair. Supaya kita sama-sama jalan, kita sama-sama win-win, dan manfaatnya semuanya untuk kedua belah negara," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Indonesia telah memiliki kesepakatan kerja sama ekspor listrik hijau dan pengembangan industri panel surya dengan Singapura mencapai US$20 miliar atau setara dengan Rp308 triliun (asumsi kurs Rp15.423 per dolar AS).
Dalam agenda International Sustainability Forum (ISF) 2024, otoritas Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) memberikan persetujuan bersyarat kepada dua perusahaan Singapura, Total Energies & RGE dan Shell Vena Energy Consorsium, untuk impor listrik rendah karbon dari Indonesia.
Sebelumnya, Singapura juga telah memberikan izin impor listrik dari Indonesia kepada lima perusahaan, yaitu Pacific Metcoal Solar Energy, Adaro Solar International, EDP Renewables APAC, Venda RE, dan Kepel Energy.
EMA menerbitkan lisensi bersyarat kepada kelima perusahaan tersebut sebagai pengakuan bahwa proyek-proyek ini berada dalam tahap pengembangan lanjutan. Kendati, Bahlil menilai belum ada kesepakatan hitam di atas putih.