Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia (World Bank) menyampaikan dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 6% agar Indonesia tergolong sebagai negara berpendapatan tinggi. Sebagai konteks, pemerintah menggaungkan Indonesia Emas 2045 untuk periode tahun ini, sementara itu pemerintahan Prabowo-Gibran menjanjikan pertumbuhan 8% untuk mengejar target itu.
World Bank Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia memiliki keuntungan dengan populasi yang besar sehingga berkontribusi pada stabilitas ekonomi. Namun, untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, laju pertumbuhan perlu ditingkatkan setidaknya menjadi 6% per tahun.
Guna mencapai target tersebut, ia memandang perlunya reformasi kerangka regulasi serta birokrasi yang lebih efektif di Indonesia. Selain itu, meningkatkan produktivitas sektor swasta dan memperkuat daya saing bisnis akan menjadi kunci dalam pencapaian target tersebut.
"Masih terdapat ruang perbaikan dalam penyediaan layanan publik untuk mendukung kepatuhan terhadap regulasi bisnis," kata Carolyn saat menyampaikan sambutan dalam acara The Business Environment in Indonesia: Exploring the World Bank's Business Ready Report seperti dikutip dari Antara, Senin (10/2/2025).
Meski menyebut syarat pertumbuhan yang lebih tinggi, Carolyn menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat sebesar 5,03% (ctc) pada 2024 mencerminkan pertumbuhan yang stabil. Bank Dunia mencatat ekonomi global mengalami perlambatan dengan pertumbuhan rata-rata hanya 2,7%.
"Tetapi kita harus ingat bahwa pertumbuhan ekonomi [Indonesia] masih di bawah laju rata-rata dalam satu dekade sebelum Covid-19," katanya.
Baca Juga
Dia juga menyebutkan bahwa secara global, banyak negara berkembang saat ini menghadapi utang yang tinggi serta pertumbuhan investasi yang lambat. "Tentu saja tantangan terkait iklim," tambahnya.
Dalam laporan Business Ready (B-Ready), Bank Dunia menyoroti pentingnya reformasi regulasi untuk meningkatkan daya saing sektor swasta.
Laporan tersebut mencatat bahwa di antara 50 negara yang dievaluasi, sebagian besar memiliki regulasi bisnis yang cukup baik, dengan skor rata-rata 65,5 dari 100. Namun, pelayanan publik yang mendukung kepatuhan bisnis masih menjadi tantangan, dengan skor global mendekati 50%.
Laporan ini selaras dengan studi Bank Dunia sebelumnya, "Unleashing Indonesia’s Business Potential," yang dirilis pada Juni 2024.
Studi tersebut menyoroti perlunya reformasi peraturan guna menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kompetitif, terutama dalam sektor manufaktur dan jasa.
Carolyn menilai bahwa di tengah ketidakpastian global—termasuk meningkatnya utang negara berkembang, perlambatan investasi, serta tantangan perubahan iklim—peran sektor swasta menjadi semakin vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Dengan perekonomian yang tetap tumbuh stabil di tengah tantangan global, Indonesia memiliki peluang besar untuk terus memperkuat fundamental ekonominya melalui kebijakan yang mendorong investasi dan inovasi bisnis.
"Hal ini juga menyoroti sejumlah reformasi regulasi yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kompetitif, dan kami percaya bahwa lingkungan ini penting untuk meningkatkan produktivitas di bidang manufaktur dan jasa," ucapnya.