Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Asia diperkirakan akan rebound pada Selasa (4/2/2025) setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menunda tarif terhadap Meksiko dan Kanada selama sebulan.
Trump juga mengatakan dirinya akan mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan China.
Mengutip Bloomberg, kontrak berjangka menunjukkan kenaikan di Sydney, Hong Kong dan Tokyo setelah S&P 500 memangkas sebagian besar kerugian dari sekitar 2% menjadi hanya 0,8%. Hal ini terjadi menyusul persetujuan Trump untuk menunda tarif terhadap Meksiko setelah percakapan dengan mitranya, Claudia Sheinbaum.
Indeks Nasdaq 100 turun 0,8%, sedangkan indeks megacaps “Magnificent Seven” merosot 1,7%. Indeks saham China yang terdaftar di AS mengurangi kerugian sebelumnya menjadi turun 0,5%.
Pembicaraan tersebut mendorong perputaran cepat mata uang, dengan nilai tukar peso berbalik dari yang terburuk menjadi yang terbaik di antara mata uang utama lainnya dalam hitungan menit.
Pada sore hari, loonie Kanada menguat setelah Justin Trudeau mengatakan tarif AS juga akan dihentikan.
Baca Juga
Victoria Greene dari G Squared Private Wealth mengatakan, ini adalah situasi yang sangat berubah-ubah dan terus berkembang.
“Untuk saat ini, tesis dasar kami adalah sebagian besar dari hal ini bersifat sementara dan kemungkinan besar akan dipermudah dengan adanya konsesi. Kami terus memantau perkembangan dan mengamati bagaimana hal ini dapat memengaruhi pendapatan, dolar AS, dan inflasi," katanya.
Penundaan dengan Meksiko dan Kanada memperkuat pandangan bahwa Trump memandang tarif sebagai taktik negosiasi – namun masih enggan menimbulkan kerugian ekonomi pada warga AS.
Langkah Trump untuk menerapkan keadaan darurat dan mengenakan tarif terhadap kedua negara dan China adalah tindakan proteksionisme paling luas yang dilakukan oleh presiden AS dalam hampir satu abad.
Salah satu ketidakpastian terbesar adalah bagaimana ketahanan perekonomian AS dalam menangani dampak perang dagang, jika hal itu terjadi. Kekhawatiran tersebut terlihat jelas di pasar obligasi, dimana imbal hasil Treasury jangka pendek naik karena imbal hasil obligasi jangka panjang bergerak ke arah yang berlawanan.
“Meskipun kami percaya bahwa tarif pada dasarnya adalah alat negosiasi bagi Presiden Trump, sangat sulit untuk mengatakan apakah tarif ini akan berumur pendek atau ada skenario di mana kesepakatan dibuat untuk mengurangi tarif,” kata Yung-Yu Ma di BMO Wealth Management.
Sementara itu, David Lefkowitz dari UBS Global Wealth Management menyebut, meskipun pengumuman tarif dapat menimbulkan volatilitas, dirinya tidak berpikir pemerintahan Trump akan mengambil tindakan yang secara signifikan mengurangi prospek pertumbuhan ekonomi atau laba perusahaan.
“Pada titik ini, kami ragu tarif terhadap Kanada dan Meksiko akan bertahan lama, jika diberlakukan,” kata Keith Lerner dan Michael Skordeles dari Truist Advisory Services.
Meski demikian, sampai ada kejelasan mengenai durasi atau besaran tarif, Lerner dan Skordeles mengatakan kebijakan ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam rantai pasokan dan harga bagi banyak perusahaan – baik besar maupun kecil – di seluruh Amerika Utara.
Sementara itu, David Kelly dari J.P. Morgan Asset Management mengatakan investor mempunyai banyak alasan untuk khawatir terhadap perang dagang, yang berpotensi memberikan dorongan stagflasi pada lingkungan investasi, meningkatkan inflasi dan suku bunga, serta memperlambat pertumbuhan dan keuntungan.