Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chatib Basri Prediksi Pabrik China Akan Relokasi ke Indonesia

Relokasi pabrik ke Indonesia dapat menjadi alternatif untuk diversifikasi risiko di tengah tekanan ekonomi global dan dampak perang dagang China-AS.
Menteri Keuangan periode 2013—2014 Muhamad Chatib Basri berbicara dalam gelaran Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (30/1/2019). / Bloomberg-Dimas Ardian
Menteri Keuangan periode 2013—2014 Muhamad Chatib Basri berbicara dalam gelaran Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (30/1/2019). / Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Dewan Ekonomi Nasional Chatib Basri meyakini Indonesia akan ketiban keuntungan akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China jilid ke-2, seperti relokasi pabrik.

Chatib melihat ada peluang yang bisa dimanfaatkan pemerintah Indonesia usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam naikkan tarif impor atas barang asal China. Ancaman tersebut, sambungnya, akan membuat perusahaan yang memiliki pabrik di China mencari tempat baru.

Dia pun menceritakan pengalamannya ketika masih menjadi kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2012. Saat itu, ada bencana banjir besar di Thailand.

Chatib pun terbang ke Tokyo untuk menemui CEO Toyota Motor Corporation Akio Toyoda. Dia menggoda Akio untuk merelokasi pabrik Toyota dari Thailand ke Indonesia.

"Saya tidak mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang hebat, tapi argumen saya kepadanya adalah, 'Anda harus mendiversifikasi risiko. Anda tak bisa hanya membangun pabrik di Thailand'," ujar Chatib dalam rangkaian World Economic Forum 2025, disiarkan kanal YouTube Kementerian Investasi dan Hilirisasi-BKPM, Kamis (23/1/2025).

Oleh sebab itu, sambung mantan menteri keuangan itu, Toyota memutuskan menanamkan modal senilai US$3,7 miliar untuk membangun pabrik di Indonesia pada 2012.

Dia melihat situasi serupa bisa terjadi dengan potensi perang dagang AS-China jilid II. Oleh sebab itu, tekannya, pemerintah harus meyakinkan perusahaan multinasional yang ada di China merelokasikan pabriknya ke Indonesia.

"Bukan karena kami [Indonesia] sedang dalam keadaan yang bagus, tapi karena negara-negara lain di dunia sedang dalam masalah," tutup Chatib.

Di samping itu, pengajar di Universitas Indonesia ini turut mewanti-wanti ada dua kebijakan Trump yang memberi dampak negatif ke kebijakan moneter Tanah Air. Pertama, kemungkin besar Trump akan mengeluarkan perintah untuk mendeportasi imigran ilegal dari AS.

Masalahnya, kebanyakan imigran yang tidak berdokumen tersebut merupakan para buruh kasar. Akibatnya, upah buruh dan biaya produksi akan meningkat. Sejalan dengan itu, harga-harga akan meningkat yang diikuti kenaikan angka inflasi.

Kedua, pemerintahan Trump berencana mengurangi tarif pajak. Akibatnya, defisit anggaran pemerintah AS akan meningkat. 

Oleh sebab itu, Chatib meyakini bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan berpikir dua kali apabila ingin memangkas suku bunga acuan. Bahkan, dia tidak heran apabila The Fed malah akan menaikkan suku bunga acuan ke depan.

"Dalam situasi seperti ini, pilihan bagi Bank Indonesia, mereka tidak bisa memangkas suku bunga karena akan membuat depresiasi nilai tukar [rupiah]," jelas Chatib.

Dengan demikian, dia melihat ke depan akan ada dua tantangan yang akan dihadapi pemerintah Indonesia ke depan: suku bunga yang tinggi dan penguatan dolar AS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper