Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku telah mengidentifikasi pemilik pagar laut di Sidoarjo, Jawa Timur. Pagar laut ini memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas 656 hektare (ha).
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, berdasarkan fakta lapangan, kondisi eksisting berupa HGB terindikasi berada di bawah penguasaan PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang. HGB tersebut terbit pada 1996 dan berakhir 2026.
“HGB terindikasi berada di bawah penguasaan PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang,” kata Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Dengan temuan SHGB seluas 656 ha di perairan Sidoarjo, Trenggono mengungkap bahwa status luas yang diduga memiliki SHGB di laut mencapai 437,5 ha.
Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan bahwa KKP telah melakukan identifikasi melalui desk study, analisis garis pantai dengan mengacu pada Peraturan Daerah No.10/2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur.
Pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah Jawa Timur untuk melakukan verifikasi lapangan secara bersama.
Baca Juga
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid sebelumnya sempat mengungkap terdapat tiga sertifikat HGB atau SHGB yang ditemukan di kawasan perairan laut tepatnya di Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Total luasnya yakni 656,85 ha.
“Nah tiga bidang HGB seluas 656,85 hektare untuk pembulatan tambak 657 [ha] lah ya, atas nama PT Surya Inti Pertama dengan luas 285,16 ha, PT Semeru Cemerlang luas 152,36 ha dan PT Surya Inti Permata luas 219,31 ha,” ungkap Nusron kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Nusron mengungkapkan SHGB milik PT Surya Inti Pertama dan PT Semeru Cemerlang diterbitkan pada 1996.
Sementara itu, SHGB PT Surya Inti Permata diterbitkan pada 1999. Ketiga SHGB itu dulunya adalah wilayah tambak yang kini telah mengalami abrasi sehingga tertutup permukaan air laut.
Untuk itu, pemerintah telah memiliki dua opsi penanganan tiga SHGB di kawasan perairan laut itu. Pertama, pemerintah bisa menunggu sampai tahun depan untuk HGB yang terbit pada 1996.
Seperti diketahui, masa berlaku HGB adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun. Pemerintah bisa mengambil langkah untuk tidak memperpanjang HGB milik dua perusahaan itu.
Kedua, pemerintah bisa langsung membatalkan HGB tersebut karena sudah dalam kondisi tanah musnah, karena saat ini sudah menjadi kawasan laut akibat abrasi.
“Tinggal nanti kami cek, kami panggil yang punya, kami klarifikasi dong, nggak bisa serta merta begitu kan? Kami panggil, kami klarifikasi ini kondisinya sudah begini maka dianggap tanah musnah, tinggal diteken gak ada emang UU-nya begitu,” paparnya.